Jerman 1918-1933 : Pampasan Perang dan Pendudukan
Tahun-tahun pasca-Perang Dunia I dari tahun 1918 hingga 1933 adalah saat yang berat bagi bangsa Jerman. Meski tidak mengalami kerugian dan kerusakan langsung akibat perang seperti Prancis, Jerman, dengan nama resmi Republik Weimar, dibebani kewajiban ganti rugi yang besar yang sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari di Jerman. Ini pada akhirnya akan menimbulkan hiperinflasi dan upaya kudeta di Jerman.
Klik gambar untuk menuju sumber gambar
Ganti Rugi Perang
Suasana Konferensi Damai Paris tempat penghakiman bagi Jerman pada 1919.
11 November 1918, hari yang nahas bagi Kekaisaran Jerman. Tujuan kekaisaran untuk mengamankan "tempat di Matahari" (Imperium kolonial yang luas) pupus. Gencatan senjata disahkan oleh perwakilan Jerman dan Prancis di sebuah kereta uap di Hutan Compiegne dekat Paris. Ini secara resmi mengakhiri Perang Dunia atau Perang Besar, namanya hingga saat itu. Ottoman, Austria-Hongaria, dan Bulgaria sudah menyerah terlebih dahulu dan dua hari sebelumnya, Jerman telah diproklamasikan sebagai republik setelah Kaisar Wilhelm II turun tahta dan mengungsi ke Belanda.
Bagi tentara Jerman, yang menganggap diri mereka tidak menyerah atau dikalahkan oleh Sekutu, gencatan senjata ini adalah sebuah pengkhianatan terhadap mereka yang dilakukan oleh pemerintahan yang pada November 1918 dikuasai oleh Partai Sosial Demokrat. "Mitos Ditusuk dari Belakang" (Dolchstosslegende) menjadi hal yang menghantui para veteran dan bangsa Jerman dan menjadi bahan bakar bagi balas dendam mereka hampir seperempat abad kemudian.
Konferensi Damai Paris resmi dibuka. Seakan ingin mempermalukan Jerman, Sekutu memilih tempat yang sama dengan tempat kelahiran Jerman sebagai sebuah bangsa yang utuh pada 18 Januari 1871, Aula Kaca Istana Versailles. Dahulu, tempat ini menjadi tempat dinobatkannya Raja Prusia, Wilhelm I sebagai Kaisar Jerman setelah memenangi Perang Prancis-Prusia 1870. Sekarang, tempat ini menjadi tempat bagi Sekutu, khususnya Prancis, "mengeksekusi mati" Kekaisaran Jerman.
Perjanjian damai dengan Jerman, Perjanjian Versailles, disahkan pada 28 Juni 1919, tepat 5 tahun setelah Adipati Agung Franz Ferdinand ditembak mati di Sarajevo dan memicu Perang Dunia I. Delegasi Jerman harus menandatanganinya segera tanpa protes. Menolak menandatangani, bahkan hanya meminta revisi perjanjian saja, memiliki konsekuensi berupa invasi Sekutu ke wilayah Rheinland dalam 24 jam. Perjanjian damai terpisah juga disepakati dengan empat sekutu Jerman lain.
Perjanjian ini membuat Jerman kehilangan 65 ribu kilometer persegi wilayah pra-perang yang dihuni 7 juta jiwa. Wilayah ini ditransfer ke Prancis, Denmark, Belgia, Cekoslovakia, Polandia, dan Lithuania. Danzig menjadi kota bebas dan Saar berada di bawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa melalui Prancis hingga kembali ke Jerman pada 1936 melalui sebuah referendum pada 1935. Mereka juga kehilangan semua koloni seberang lautannya seperti Gambia, Kamerun, dan sebagian Papua Nugini. Perjanjian ini juga membatalkan Perjanjian Versailles 1871 dan Perjanjian Frankfurt 1873, juga Perjanjian Brest-Litovsk 3 Maret 1918 yang memberikan 3,4 juta kilometer persegi wilayah Rusia (dan sebagian besar sumber daya ekonominya) ke Jerman.
Perubahan wilayah Jerman setelah Perjanjian Versailles.
Pembatasan juga diberlakukan terhadap militer Jerman. Angkatan Laut Jerman juga hanya boleh memiliki 6 kapal perang, 6 kapal penjelajah, 12 kapal perusak, 12 kapal torpedo, dan 1.500 personil. Namun, Jerman memutuskan menenggelamkan seluruh armada lautnya pada 22 Juni 1919 setelah menyadari apapun keputusannya, kapal-kapal tersebut tak akan diizinkan untuk kembali ke Jerman. Pasukan darat juga dibatasi hanya sebesar 100.000 orang yang berarti banyak yang dipecat untuk memenuhi kuota ini. Penggunaan tank, pesawat tempur, dan peralatan artileri berat juga dilarang.
Namun, konsekuensi terberat bagi Jerman dari perjanjian ini adalah ganti rugi perang yang harus mereka tanggung sebagai pihak yang bertanggung jawab "sepenuhnya" atas perang agresif. Jerman harus membayar kepada Sekutu sebesar 132 miliar mark yang setara dengan 31,4 miliar dolar AS atau 6,6 miliar poundsterling (kini setara dengan 442 miliar dolar AS atau 284 miliar poundsterling). Namun, Jerman hanya wajib membayar sebesar 50 miliar mark dan sisanya dapat dibayar saat Jerman memiliki kemampuan untuk membayarnya. Ekonom legendaris Inggris, John Maynard Keynes, yang hadir dalam konferensi tersebut, mengkritik ganti rugi perang yang ia anggap berlebihan dan terlalu memberatkan. Ia mengatakan perdamaian ini sebagai "Perdamaian Carthaginian", sebuah perdamaian yang brutal dengan menghancurkan musuh sekeras mungkin.
Meski telah disepakati pada 1919 dan pembayaran dimulai pada 1921, namun efek dari perjanjian ini akan sangat terasa pada 1923.
Pendudukan di Ruhr
Tentara Prancis di Ruhr, Jerman, 1923. Pada 1923, sebagai akibat ketidakmampuan Jerman membayar cicilan ganti rugi perang, Prancis dan Belgia menduduki wilayah Ruhr.
Pada 1922, Jerman gagal memenuhi kewajiban pembayaran cicilan ganti rugi Perang Dunia I. Sebagai respon, Prancis dan Belgia menduduki wilayah Ruhr yang terletak bersebelahan dengan kedua negara pada 11 Januari 1923. Tujuan pendudukan ini adalah menguasai kawasan industri dan pertambangan batu bara untuk memperoleh batu bara dan hasil produksi industri secara langsung sebagai bentuk pembayaran tersebut.
Pekerja dan polisi Jerman melakukan perlawanan pasif terhadap pendudukan tersebut dengan melakukan mogok kerja. Meskipun demikian, Prancis berhasil memperoleh batu bara yang mereka inginkan dengan menggunakan pekerja mereka sendiri dan menahan pemimpin buruh dan polisi setempat.
Pemerintah Jerman mendukung upaya ini dan menggaji mereka dengan uang yang dicetak berlebihan, ini akan mendorong hiperinflasi yang buruk pada tahun tersebut.
Perlawanan terhadap pendudukan berlangsung hingga September 1923 namun pendudukan baru berakhir pada 25 Agustus 1925.
Pendudukan ini, bersama hiperinflasi, terbukti berhasil meningkatkan posisi tawar Jerman di hadapan Sekutu. Setelah 1923, pampasan perang Jerman akan dikurangi secara signifikan sehingga Jerman mampu membayar cicilannya dan mengalami booming ekonomi hingga 1929.
Demikian thread dari saya kali ini. Bagian kedua akan membahas mengenai hiperinflasi dan percobaan kudeta yang terjadi di Jerman pada tahun 1923. Terima kasih telah membaca thread ini dan semoga hari Anda menyenangkan.
Goldstein, Erik. 2002. The First World War Peace Settlements : From Versailles to Locarno, 1919-1925. Harlow : Pearson Education.
Referensi I
Referensi II
Referensi III
Referensi IV
Referensi V
Referensi VI
Referensi VII
Referensi VIII
Referensi IX
Referensi X
Referensi XI
0 comments:
Post a Comment