Runtuhnya Syariah Islam Arab Saudi !
Kerajaan
Arab Saudi sering disebut sebagai model ideal negara Islam dengan
praktek syariat Islam dalam kehidupan bernegara. Selama hampir sembilan
dekade sejak peralihan kekuasaan ke tangan Ibnu Saud dari Kekhilafahan
Turki, Arab Saudi dikelola dengan model hukum Islam.
Dari kepemimpinan generasi pertama hingga kedua, tirai hukum syariah penegak negara Arab Saudi berdiri kokoh tanpa halangan. Beragam praktek hukum syariah yang paling mendetail pun diatur seperti larangan mengemudi, konser musik, bioskop, dan hak politik bagi perempuan.
Namun, tepat menjelang pergantian generasi kepemimpinan dari generasi kedua ke generasi ketiga (para cucu Raja Abdul Aziz bin Saud), disertai dengan peluncuran Visi Saudi 2030 telah mengubah wajah Saudi modern secara drastis.
Raja Salman bin Abdul Aziz dan Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman mengumumkan reformasi politik dan ekonomi sebagai pilar utama menyongsong visi tersebut, yang disertai dengan reformasi hukum di Arab Saudi.
Reformasi itu menandai runtuhnya tirai syariah yang selama ini menopang kerajaan Saudi. Tidak tanggung – tanggung, satu per satu praktek hukum syariah penyokong rezim dipreteli oleh duo Salman.
Reformasi dan Keterbukaan
Mulai dari konsesi hak politik bagi perempuan, izin mengemudi bagi perempuan, konser musik, boleh menonton bioskop, hingga nonton bareng pria dan wanita di stadion sepak bola. Pernyataan putra mahkota jelas, bahwa posisi dan peran perempuan sama dengan laki-laki.
Wacana Islam moderat juga mulai dikampanyekan untuk menjauhkan Saudi Arabia dari kesan radikalisme dan terorisme.
Pangeran Mohammad bin Salman dalam suatu sesi wawancara dengan sebuah stasiun televisi menyebutkan bahwa Arab Saudi bertekad menerapkan Islam moderat dan terbuka atau lebih praktisnya menjadi negara yang lebih liberal dan sekuler yang ramah bagi semua agama dan masyarakat dunia.
Inilah lompatan Visi Saudi 2030 yang paling radikal, membongkar tradisi Islam ala wahabisme yang dianggap paling konservatif di dunia Islam.
Memerangi Radikalisme dan Ujaran Kebencian
Pemerintah secara resmi melarang ujaran kebencian dan penghujatan di mimbar-mimbar masjid. Bagi ulama yang masih mengunakan mimbar masjid untuk aktifitas politik, apalagi menyebarkan radikalisme, langsung ditangkap oleh pihak keamanan.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel Al-Jubeir, mengatakan pemerintah telah memecat beberapa ribu imam berpaham radikal dari kegiatan masjid karena menyebarkan ekstremisme.
"Kami tidak akan membiarkan siapapun menyebarkan ideologi kebencian, untuk membiayai ideologi atau terorisme semacam itu," kata Adel di Moskow seperti yang dilansir media The Nation pada 9 Oktober 2017.
•Apa yang melatar belakangi reformasi besar-besaran di Arab Saudi?•
Belajar dari Sejarah dan Masa Lalu
Pangeran Mahkota sepertinya belajar dari hukum besi peradaban, bahwa “yang tertutup, yang akan runtuh.” Uni Soviet, sebuah rezim tirani yang tertutup, yang oleh para politisi AS dan Eropa dijuluki sebagai Tirai Besi akhirnya runtuh karena terlambat membaca kecenderungan peradaban dan transformasi sosial ekonominya.
Resep glasnost dan perestroika yang ditawarkan oleh Mikhail Gorbachev, sang pemimpin Soviet terakhir, terlambat menyelamatkan sang adikuasa dari keruntuhannya.
Arab Saudi juga, nampaknya belajar dari fleksibilitas Cina dalam menghadapi dinamika politik dan ekonomi global. Rezim Cina lawas yang tertutup di era Deng Xiaoping dan Mao Zedong, yang dijuluki Negeri Tirai Bambu, diformat ulang oleh para pemimpin Cina modern melahirkan sistem meritokrasi negara.
Beberapa prinsip ekonomi liberal yang sangat tabu bagi rezim komunis, dicangkokkan dalam sistem ekonomi Cina. Demikian juga otonomi politik untuk wilayah seperti Hongkong. Sebuah adaptasi ekonomi politik yang membawa Cina menjadi salah satu kekuatan global dewasa ini.
Tentu para pemimpin kerajaan bercorak islami ini tidak ingin dikenang sebagai pemimpin yang membawa kemunduran bagi rakyatnya. Arab saudi perlahan masuk dalam dunia kapitalisme, dalam perekonomian kalender hijriah digantikan kalender masehi, mengundang investor dari berbagai penjuru dunia untuk bersama-sama mengelola arab saudi, berbagai proyek proyek hiburan seperti gym, klub klub kesehatan dan olahraga, gedung-gedung bioskop, restoran restoran ala barat, dibangun dengan mengandalkan pembiayaan pihak ketiga dan investor.
Raja dan Pangeran Mahkota mempertimbangkan dengan cermat pilihan politik dan transformasi itu, di tengah perubahan-perubahan geopolitik global, konstelasi politik regional di kawasan teluk, dan isu suksesi kepemimpinan di internal.
Munculnya Kalangan Terdidik
Salah satu alasan yang disebut berperan penting dalam transformasi politik di Arab Saudi adalah munculnya kelas terdidik yang menikmati pendidikan di kampus-kampus ilmiah, top dan ternama di Eropa dan Amerika Serikat.
Kelompok ini menempati bagian tengah piramida penduduk Saudi yang akan menentukan masa depan negara. Jumlah mereka mencapai jutaan orang, dan dianggap sebagai kekuatan perubahan yang tidak dapat diabaikan dalam masa depan politik kerajaan.
Mereka rata-rata belajar ilmu-ilmu pasti dan ‘sekuler’, seperti kedokteran, filsafat, sejarah, hukum, fisika, ekonomi, lingkungan, sosiologi dan informatika. Juga telah mapan dengan gaya hidup ala eropa dan Amerika yang penuh kebebasan, persamaan, kesetaraan dan keterbukaannya.
Reformasi tafsir keagamaan sepertinya juga didorong oleh tekanan dari AS dan Eropa pasca peristiwa teror di berbagai tempat pada kedua wilayah dimaksud, yang disinyalir terinspirasi oleh paham keagamaan yang dianut di Saudi (wahabisme).
Tekanan politik global ini yang memaksa Raja dan Pangeran Mahkota meluncurkan perang terhadap para pendakwah radikal. Ratusan ulama radikal telah ditangkap oleh penguasa atas kebijakan perang melawan radikalisme di Arab Saudi.
Terinspirasi Dari Negara Tetangga
Pangeran Mahkota bisa jadi terinspirasi oleh Qatar dan Uni Emirat Arab yang mengembangkan ekonomi negerinya dengan liberalisme dan kapitalisme dunia barat. Sebuah fenomena ekonomi tidak lazim di Negara arab, yang oleh John Perkins (2007) disebut dengan, “Qatar dan Dubai: Las Vegas di Negeri Mullah.”
Bagaimana tidak? dinegri tetangga tersebut berbagai hiburan kelas dunia, dari bar elit, taman berkelas, bahkan pantai bikini menjamur. Dan tak sedikit warga saudi yang terpaksa harus berangkat kenegri tetangga untuk menikmati berbagai hiburan.
Untuk melepaskan Saudi Arabia dari ketergantungan ekonomi pada minyak, Pangeran Mohammad bin Salman meluncurkan proyek raksasa kota masa depan yang disebut dengan Kota Neon sebagai pusat bisnis dan resort wisata di pesisir Laut Merah.
Jelas, kawasan wisata dan bisnis biasa tidak bisa dilepaskan dengan hiburan, bikini, pesta, dan kesenangan. Begitulah tesis yang dibangun oleh Thanh-Dam Truong dalam risetnya yang dibukukan dengan judul: Seks, Uang dan Kekuasaan.
Sesuatu yang tidak lazim bagi Arab Saudi dengan tradisi syariah yang paling konservatif. Dan ini tentu sebuah tantangan besar bagi penguasa Saudi Arabia.
~~~~
"Sebuah Dilema: Transformasi atau tertinggal"
Bahwa transformasi ekonomi dan politik yang tengah berlangsung di negeri penjaga dua situs paling suci di dunia Islam, tersebut melibatkan perubahan terhadap doktrin teologi negara.
Sebuah mega proyek raja dan putra Mahkota yang menandai bentuk baru meritokrasi negara antara teokrasi dan demokrasi. Dan, Kerajaan Saudi sedang menerima takdir menuju keruntuhan tirai syariah!
Tidak ada pilihan lain bagi kerajaan Arab Saudi selain menanggalkan tirai syariahnya jika masih ingin eksis dalam tatanan dunia.
Globalisasi dan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan. bahwa siapa yang tertutup akan runtuh.
Globalisasi dan kemajuan iptek hanya bisa dihadapi dengan keterbukaan, persamaan, kesetaraan, dan kekebasan (kebebasan berpikir, berpendapat, berinovasi, berimajinasi termasuk kebebasan berkepercayaan).
Dari kepemimpinan generasi pertama hingga kedua, tirai hukum syariah penegak negara Arab Saudi berdiri kokoh tanpa halangan. Beragam praktek hukum syariah yang paling mendetail pun diatur seperti larangan mengemudi, konser musik, bioskop, dan hak politik bagi perempuan.
Namun, tepat menjelang pergantian generasi kepemimpinan dari generasi kedua ke generasi ketiga (para cucu Raja Abdul Aziz bin Saud), disertai dengan peluncuran Visi Saudi 2030 telah mengubah wajah Saudi modern secara drastis.
Raja Salman bin Abdul Aziz dan Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman mengumumkan reformasi politik dan ekonomi sebagai pilar utama menyongsong visi tersebut, yang disertai dengan reformasi hukum di Arab Saudi.
Reformasi itu menandai runtuhnya tirai syariah yang selama ini menopang kerajaan Saudi. Tidak tanggung – tanggung, satu per satu praktek hukum syariah penyokong rezim dipreteli oleh duo Salman.
Reformasi dan Keterbukaan
Mulai dari konsesi hak politik bagi perempuan, izin mengemudi bagi perempuan, konser musik, boleh menonton bioskop, hingga nonton bareng pria dan wanita di stadion sepak bola. Pernyataan putra mahkota jelas, bahwa posisi dan peran perempuan sama dengan laki-laki.
Wacana Islam moderat juga mulai dikampanyekan untuk menjauhkan Saudi Arabia dari kesan radikalisme dan terorisme.
Pangeran Mohammad bin Salman dalam suatu sesi wawancara dengan sebuah stasiun televisi menyebutkan bahwa Arab Saudi bertekad menerapkan Islam moderat dan terbuka atau lebih praktisnya menjadi negara yang lebih liberal dan sekuler yang ramah bagi semua agama dan masyarakat dunia.
Inilah lompatan Visi Saudi 2030 yang paling radikal, membongkar tradisi Islam ala wahabisme yang dianggap paling konservatif di dunia Islam.
Memerangi Radikalisme dan Ujaran Kebencian
Pemerintah secara resmi melarang ujaran kebencian dan penghujatan di mimbar-mimbar masjid. Bagi ulama yang masih mengunakan mimbar masjid untuk aktifitas politik, apalagi menyebarkan radikalisme, langsung ditangkap oleh pihak keamanan.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel Al-Jubeir, mengatakan pemerintah telah memecat beberapa ribu imam berpaham radikal dari kegiatan masjid karena menyebarkan ekstremisme.
"Kami tidak akan membiarkan siapapun menyebarkan ideologi kebencian, untuk membiayai ideologi atau terorisme semacam itu," kata Adel di Moskow seperti yang dilansir media The Nation pada 9 Oktober 2017.
•Apa yang melatar belakangi reformasi besar-besaran di Arab Saudi?•
Belajar dari Sejarah dan Masa Lalu
Pangeran Mahkota sepertinya belajar dari hukum besi peradaban, bahwa “yang tertutup, yang akan runtuh.” Uni Soviet, sebuah rezim tirani yang tertutup, yang oleh para politisi AS dan Eropa dijuluki sebagai Tirai Besi akhirnya runtuh karena terlambat membaca kecenderungan peradaban dan transformasi sosial ekonominya.
Resep glasnost dan perestroika yang ditawarkan oleh Mikhail Gorbachev, sang pemimpin Soviet terakhir, terlambat menyelamatkan sang adikuasa dari keruntuhannya.
Arab Saudi juga, nampaknya belajar dari fleksibilitas Cina dalam menghadapi dinamika politik dan ekonomi global. Rezim Cina lawas yang tertutup di era Deng Xiaoping dan Mao Zedong, yang dijuluki Negeri Tirai Bambu, diformat ulang oleh para pemimpin Cina modern melahirkan sistem meritokrasi negara.
Beberapa prinsip ekonomi liberal yang sangat tabu bagi rezim komunis, dicangkokkan dalam sistem ekonomi Cina. Demikian juga otonomi politik untuk wilayah seperti Hongkong. Sebuah adaptasi ekonomi politik yang membawa Cina menjadi salah satu kekuatan global dewasa ini.
Tentu para pemimpin kerajaan bercorak islami ini tidak ingin dikenang sebagai pemimpin yang membawa kemunduran bagi rakyatnya. Arab saudi perlahan masuk dalam dunia kapitalisme, dalam perekonomian kalender hijriah digantikan kalender masehi, mengundang investor dari berbagai penjuru dunia untuk bersama-sama mengelola arab saudi, berbagai proyek proyek hiburan seperti gym, klub klub kesehatan dan olahraga, gedung-gedung bioskop, restoran restoran ala barat, dibangun dengan mengandalkan pembiayaan pihak ketiga dan investor.
Raja dan Pangeran Mahkota mempertimbangkan dengan cermat pilihan politik dan transformasi itu, di tengah perubahan-perubahan geopolitik global, konstelasi politik regional di kawasan teluk, dan isu suksesi kepemimpinan di internal.
Munculnya Kalangan Terdidik
Salah satu alasan yang disebut berperan penting dalam transformasi politik di Arab Saudi adalah munculnya kelas terdidik yang menikmati pendidikan di kampus-kampus ilmiah, top dan ternama di Eropa dan Amerika Serikat.
Kelompok ini menempati bagian tengah piramida penduduk Saudi yang akan menentukan masa depan negara. Jumlah mereka mencapai jutaan orang, dan dianggap sebagai kekuatan perubahan yang tidak dapat diabaikan dalam masa depan politik kerajaan.
Mereka rata-rata belajar ilmu-ilmu pasti dan ‘sekuler’, seperti kedokteran, filsafat, sejarah, hukum, fisika, ekonomi, lingkungan, sosiologi dan informatika. Juga telah mapan dengan gaya hidup ala eropa dan Amerika yang penuh kebebasan, persamaan, kesetaraan dan keterbukaannya.
Reformasi tafsir keagamaan sepertinya juga didorong oleh tekanan dari AS dan Eropa pasca peristiwa teror di berbagai tempat pada kedua wilayah dimaksud, yang disinyalir terinspirasi oleh paham keagamaan yang dianut di Saudi (wahabisme).
Tekanan politik global ini yang memaksa Raja dan Pangeran Mahkota meluncurkan perang terhadap para pendakwah radikal. Ratusan ulama radikal telah ditangkap oleh penguasa atas kebijakan perang melawan radikalisme di Arab Saudi.
Terinspirasi Dari Negara Tetangga
Pangeran Mahkota bisa jadi terinspirasi oleh Qatar dan Uni Emirat Arab yang mengembangkan ekonomi negerinya dengan liberalisme dan kapitalisme dunia barat. Sebuah fenomena ekonomi tidak lazim di Negara arab, yang oleh John Perkins (2007) disebut dengan, “Qatar dan Dubai: Las Vegas di Negeri Mullah.”
Bagaimana tidak? dinegri tetangga tersebut berbagai hiburan kelas dunia, dari bar elit, taman berkelas, bahkan pantai bikini menjamur. Dan tak sedikit warga saudi yang terpaksa harus berangkat kenegri tetangga untuk menikmati berbagai hiburan.
Untuk melepaskan Saudi Arabia dari ketergantungan ekonomi pada minyak, Pangeran Mohammad bin Salman meluncurkan proyek raksasa kota masa depan yang disebut dengan Kota Neon sebagai pusat bisnis dan resort wisata di pesisir Laut Merah.
Jelas, kawasan wisata dan bisnis biasa tidak bisa dilepaskan dengan hiburan, bikini, pesta, dan kesenangan. Begitulah tesis yang dibangun oleh Thanh-Dam Truong dalam risetnya yang dibukukan dengan judul: Seks, Uang dan Kekuasaan.
Sesuatu yang tidak lazim bagi Arab Saudi dengan tradisi syariah yang paling konservatif. Dan ini tentu sebuah tantangan besar bagi penguasa Saudi Arabia.
~~~~
"Sebuah Dilema: Transformasi atau tertinggal"
Bahwa transformasi ekonomi dan politik yang tengah berlangsung di negeri penjaga dua situs paling suci di dunia Islam, tersebut melibatkan perubahan terhadap doktrin teologi negara.
Sebuah mega proyek raja dan putra Mahkota yang menandai bentuk baru meritokrasi negara antara teokrasi dan demokrasi. Dan, Kerajaan Saudi sedang menerima takdir menuju keruntuhan tirai syariah!
Tidak ada pilihan lain bagi kerajaan Arab Saudi selain menanggalkan tirai syariahnya jika masih ingin eksis dalam tatanan dunia.
Globalisasi dan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan. bahwa siapa yang tertutup akan runtuh.
Globalisasi dan kemajuan iptek hanya bisa dihadapi dengan keterbukaan, persamaan, kesetaraan, dan kekebasan (kebebasan berpikir, berpendapat, berinovasi, berimajinasi termasuk kebebasan berkepercayaan).