KYAI SABUCHI
MATA INDONESIA, JAKARTA – Kekuatan
para pejuang Indonesia yang tidak sepadan, tak menggentarkan mereka
untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Hanya bermodalkan
bermodalkan bambu runcing, mereka berjuang dengan senjata seadanya.
Namun masih banyak yang penasaran dengan asal usul senjata asli Indonesia yang membuat para penjajah ketar-ketir tersebut. Ada salah satu versi yang paling umum, bambu runcing ini merupakan gagasan salah seorang kiai yang ada di Indonesia, bernama Subchi.
Namun masih banyak yang penasaran dengan asal usul senjata asli Indonesia yang membuat para penjajah ketar-ketir tersebut. Ada salah satu versi yang paling umum, bambu runcing ini merupakan gagasan salah seorang kiai yang ada di Indonesia, bernama Subchi.
Kiai Subchi:
Ia
adalah seorang ulama Parakan yang digadang sebagai salah seorang
pencetus bambu runcing. Semua berawal pada tahun 1941, dia mengumpulkan
para santri dan pemuda desa untuk mengadakan persiapan perang.
Hadir
dalam pertemuan tersebut Kiai Noer (Putera Kiai Subchi) dan lurah Masúd
(Adik Kiai Subchi). Dalam pertemuan tersebut dibentuk pasukan
Hizbullah-Sabilillah, namun mengalami kendala dalam hal persenjataan.
Yang ada baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan sebagainya.
Kiai
Noer mengusulkan pasukan ini dipersenjatai dengan cucukan (Bambu yang
diruncingkan ujungnya). Dengan alasan bambu mudah diperoleh di mana-mana
dan mudah membuatnya.
Selain
itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah
akibatnya sehingga sulit di obati. Usul ini akhirnya diterima secara
mufakat. Hanya saja, menurut Kiai Subchi masih ada kendala, yakni
bagaimana membuat rakyat bersemangat dan yakin jika hanya dengan
bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi musuh dan meraih kemenangan.
Ketika
itu para santri sowan dulu pada Kiai Subchi lalu diajarkan doa sebelum
turun ke medan tempur untuk membabat habis penjajah. Konon, dengan doa
dari Kiai Subchi, bambu runcing ini punya kesaktian tersendiri dan
membuat para pejuang pada masa itu selalu menang dalam peperangan.
Alhasil
pamor senjata ini menyebar hingga ke mana-mana. Berkat senjata ini,
banyak peperangan yang dimenangkan oleh pejuang Indonesia. Termasuk
melawan Jepang.
Saking mujarabnya doa sang kiai, para penjajah lebih takut dengan serdadu bambu runcing. Alasannya sepele, banyak yang tidak ingin mati dengan keadaan tersiksa. Lebih baik bagi penjajah ditembak dengan peluru meskipun terkena organ vital.
Jika terluka bisa dengan mudah diobati sedangkan jika fatal pun bisa langsung meninggal. Sedangkan jika menggunakan bambu runcing pastinya akan menimbulkan kematian yang sengsara. Mulai dari infeksi hingga luka yang mungkin tak kunjung sembuh.
Apalagi pasukan Kiai Subchi berhasil memukul mundur pasukan Gurkha dari Magelang hingga ke Semarang. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi senjata Jihad Fii Sabilillah yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing yang dipakai Kiai Subchi sendiri menjadi legenda. Bahkan diminta oleh Museum ABRI untuk dijadikan koleksi bersejarahnya.
Versi lainnya, bambu runcing perna digunakan oleh pihak kolonial menghalau masuknya Jepang ke Indonesia. Yakni pada akhir Februari 1942, Belanda menyebar ribuan bambu runcing untuk menyambut pasukan para Jepang, yang dikira mendarat di wilayah Jawa dengan terjun payung.
Rupanya Jepang mendarat di pantai laut dekat Eretan, langsung menuju Subang dan akhirnya mengancam Kalijati juga. Belanda pun menyerah, dan Jepang menguasai Jawa.
Nasib ribuan bambu runcing itu kemudian dijadikan alat latihan baris-berbaris atau takeyari untuk para pemuda Seinendan, Keibodan, Gakutotai, Hizbullah dan lain-lain. Para pemuda dengan penuh semangat mempergunakan “takeyari” ini untuk ditunjukan kepada musuh Jepang yakni sekutu, termasuk Belanda.
Lalu siapa penggagas bambu runcing sebenaranya, Kiai Subchi atau Belanda, lalu diadopsi oleh Jepang dan akhirnya pejuang kita?
Saking mujarabnya doa sang kiai, para penjajah lebih takut dengan serdadu bambu runcing. Alasannya sepele, banyak yang tidak ingin mati dengan keadaan tersiksa. Lebih baik bagi penjajah ditembak dengan peluru meskipun terkena organ vital.
Jika terluka bisa dengan mudah diobati sedangkan jika fatal pun bisa langsung meninggal. Sedangkan jika menggunakan bambu runcing pastinya akan menimbulkan kematian yang sengsara. Mulai dari infeksi hingga luka yang mungkin tak kunjung sembuh.
Apalagi pasukan Kiai Subchi berhasil memukul mundur pasukan Gurkha dari Magelang hingga ke Semarang. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi senjata Jihad Fii Sabilillah yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing yang dipakai Kiai Subchi sendiri menjadi legenda. Bahkan diminta oleh Museum ABRI untuk dijadikan koleksi bersejarahnya.
Versi lainnya, bambu runcing perna digunakan oleh pihak kolonial menghalau masuknya Jepang ke Indonesia. Yakni pada akhir Februari 1942, Belanda menyebar ribuan bambu runcing untuk menyambut pasukan para Jepang, yang dikira mendarat di wilayah Jawa dengan terjun payung.
Rupanya Jepang mendarat di pantai laut dekat Eretan, langsung menuju Subang dan akhirnya mengancam Kalijati juga. Belanda pun menyerah, dan Jepang menguasai Jawa.
Nasib ribuan bambu runcing itu kemudian dijadikan alat latihan baris-berbaris atau takeyari untuk para pemuda Seinendan, Keibodan, Gakutotai, Hizbullah dan lain-lain. Para pemuda dengan penuh semangat mempergunakan “takeyari” ini untuk ditunjukan kepada musuh Jepang yakni sekutu, termasuk Belanda.
Lalu siapa penggagas bambu runcing sebenaranya, Kiai Subchi atau Belanda, lalu diadopsi oleh Jepang dan akhirnya pejuang kita?
0 comments:
Post a Comment