Kronologi Sejarah Kesultanan Ternate (1257-2018)
KRONOLOGI
Spoiler for Masa pemerintahan para Kolano (1257-1495):
- 1257 - Kerajaan Gapi berdiri di Pulau Ternate, sebagai hasil musyawarah dari tiga komunitas asal Halmahera yang menetap di pulau tersebut sejak 1250, yakni Tobona, Foramadiahi, dan Sampala. Masing-masing komunitas dipimpin oleh seorang Momole (penguasa), yakni Momole Guna dari Tobona, Momole Molematiti dari Foramadiahi, dan Momole Ciko dari Sampala. Hasil musyawarah memutuskan bahwa ketiga komunitas harus bersatu menjadi sebuah negara, dan menetapkan Momole Ciko sebagai pemimpin pertamanya. Ciko pun dilantik sebagai Kolano (Raja) Gapi pertama, dengan gelar 'Baab Mashur Malamo'. Karena ia juga merupakan penguasa Sampala, maka ibukota pertama Kerajaan Ternate pun berada di kota Toboleu (Sampalu) yang merupakan pusat pemerintahan Sampala.
- 1267 - Kolano Mashur Malamo mendirikan sebuah kota baru dengan nama Gamlamo (kemudian lebih dikenal dengan nama Ternate), yang terletak di selatan Toboleu. Ia kemudian menjadikan kota tersebut sebagai ibukota baru Kerajaan Gapi menggantikan Toboleu.
- 1277 - Kolano Mashur Malamo wafat. Kaicil (Pangeran) Poit/Yamin dilantik sebagai penguasa Gapi kedua menggantikannya, naik tahta dengan gelar 'Yamin Kadrat'.
- 1284 - Kaicil Kamalu dilantik sebagai Kolano Ternate ke-3 menggantikan Kolano Yamin Qadrat, dinobatkan dengan gelar 'Siale'.
- 1294 - Ternate memulai penyerangan terhadap Jailolo dengan menduduki beberapa desa di pesisir Sidangoli dan Dodinga, Halmahera Barat.
- 1298 - Kaicil Bakuku naik tahta menggantikan Kolano Siale, dinobatkan dengan gelar 'Kalabatta'.
- 1304 - Ngara Malamo naik tahta dengan gelar 'Komala'. Ia memimpin penyerangan terhadap Batucina di Jailolo.
- 1305 - Gapi mengakhiri perang dengan Jailolo. Batucina, Sidangoli, dan Dodinga dianeksasi oleh Gapi.
- 1317 - Patsyaranga Malamo naik tahta.
- 1322 - Sida Arif Malamo naik tahta. Pada masa pemerintahannya, pedagang-pedagang mancanegara (Cina, Arab, Gujarat) dan Nusantara (Jawa, Makassar, Melayu) mulai berdatangan ke Maluku dan mendirikan pos-pos dagang di Ternate, Tidore, dan Makian. Sida Arif Malamo memanfaatkan hal ini untuk memajukan Kerajaan Gapi. Ia 'membuka' pelabuhan-pelabuhan di Gapi dan sukses menjadikan negerinya sebagai bandar perdagangan utama di Maluku. Gamlamo alias Ternate muncul sebagai kota pelabuhan terkaya, dimana para saudagar memanggilnya sebagai Ternate. Karena hal ini, Sida Arif Malamo pun mengganti nama negaranya dari Gapi menjadi Ternate. Ternate pun mulai mengalami peningkatan kemakmuran dengan sangat cepat. Kemudian, untuk mencegah kecemburuan dan konflik, Sida Arif Malamo mengajak para raja Maluku Utara untuk mengadakan pertemuan di Pulau Moti, dalam rangka membentuk sebuah persekutuan bersama yang diharapkan mampu mendatangkan manfaat bagi seluruh negeri di Maluku Utara. Maka, Ternate, bersama Tidore, Bacan, dan Jailolo pun bersatu dalam sebuah organisasi kenegaraan bernama 'Moloku Kie Raha', atau 'Persaudaraan Empat Penguasa Gunung'. Kemungkinan sejak tahun ini, Ternate telah menguasai Pulau Hiri.
- 1331 - Kolano Paji Malamo (A'ali) naik tahta.
- 1332 - Kolano Syah Alam naik tahta.
- 1343 - Tulu Malamo naik tahta. Persekutuan Moloku Kie Raha berakhir. Tulu Malamo yang ekspansif menyerang Jailolo dan Tidore sekaligus. Pasukan Ternate berhasil menduduki kota Jailolo serta merebut pulau Moti dan Makian dari Tidore. Penyerangan ini pun otomatis menandakan berakhirnya Persekutuan Moloku Kie Raha yang telah berusia 21 tahun. Dengan kata lain, Kerajaan Ternate menjadi pihak yang memulai sekaligus mengakhiri organisasi tersebut. Akibatnya, keempat kerajaan di Maluku Utara pun kembali berkonflik dan bersitegang.
- 1347 - Kaicil Kie Mabiji naik tahta. Ternate dan Jailolo kemungkinan telah kembali berdamai. Kota Jailolo diserahkan kembali kepada Kerajaan Jailolo.
- 1350 - Ngolo Macahaya (Cahaya Laut) naik tahta. Ia memimpin penyerangan terhadap Kerajaan Sanana yang menguasai Kepulauan Sula, dan berhasil menaklukkannya.
- 1357 - Kolano Momole naik tahta. Sanana kemungkinan telah lepas kembali menjadi negara merdeka.
- 1359 - Gapi Malamo naik tahta. Ternate kembali menyerang Jailolo, namun dapat dipukul mundur.
- 1360 - Ternate yang masih berambisi untuk mencaplok Jailolo terus berusaha menaklukkannya dengan cara lain. Kolano Gapi Malamo pun memutuskan untuk mengadakan perkimpoian politik. Ia menikahkan putra sulungnya, Kaicil Gapi Baguna, dengan putri penguasa Jailolo, Kaicil Kawalu. Dengan ini, Gapi Malamo mengharapkan agar putranya mendapat pengaruh besar dalam lingkungan istana Jailolo. Namun, usaha ini pada akhirnya tetap tak berhasil dalam mengimplementasikan ambisi sang Kolano.
- 1372 - Kaicil Gapi Baguna naik tahta menggantikan Gapi Malamo dengan gelar 'Gapi Baguna I'.
- 1377 - Kumala Putu naik tahta.
- 1380 - Ternate, untuk kesekian kalinya, kembali menyerang Jailolo, namun kembali dapat dipukul mundur.
- 1432 - Gapi Baguna II naik tahta.
- 1465 - Ternate kembali menyerang Jailolo. Pasukan Ternate dengan cepat dapat menduduki kota Jailolo.
- 1466 - Kolano Marhum naik tahta. Ia menjadi penguasa Ternate pertama yang memeluk Islam. Ia diislamkan oleh seorang pendakwah dari Jawa bernama Datu Maula Husein, yang juga mengislamkan seluruh bobato (pejabat istana) dan keluarga kerajaan Ternate. Islam pun mulai berkembang di Ternate. Serangan ke Jailolo berakhir dengan takluknya kerajaan tersebut. Kerajaan Jailolo (beserta segenap negeri bawahannya di seantero Halmahera, yakni Loloda, Wasilei, Maba, Patani, Weda, Oba, dan Gane) pun menjadi vasal Ternate. Dengan ini, hampir seluruh Halmahera telah jatuh ke dalam pengaruh Ternate. Sejak tahun ini pula, Ternate juga diperkirakan telah menguasai Kepulauan Batang Dua di Laut Maluku.
- 1486 - Zainal Abidin naik tahta. Sebelumnya, ayahnya, Kolano Marhum yang wafat di tahun yang sama menjadi penguasa Ternate pertama yang dimakamkan sesuai syariat Islam.
- 1490 - Jailolo dan seluruh vasalnya memberontak dan berhasil memerdekakan diri dari Ternate.
- 1491 - Jailolo menyerang Tidore, namun dapat dipukul mundur oleh sekutu Tidore, laskar Biak dari Raja Ampat.
Masa pemerintahan Zainal Abidin dan Bayanullah (1495-1522):
- 1495 - Kolano Zainal Abidin, didampingi oleh gurunya (Datu Maula Husein) pergi ke Pesantren Giri Kedaton di Gresik, Jawa Timur untuk belajar Islam. Di Sekolah Tinggi Islam pimpinan Sunan Giri tersebut, sang Kolano dikenal dengan julukan 'Sultan Bualawa' (Sultan Cengkih). Ia menjadi satu-satunya penguasa Maluku yang pernah menimba ilmu langsung pada seorang Walisongo. Di sini, ia menjalin persahabatan dengan Pati Tuban, penguasa Kerajaan Tanah Hitu di Maluku Tengah. Ia bermaksud menjalin persekutuan dengan Tanah Hitu dan Giri Kedaton, namun tak dapat terlaksana. Zainal Abidin pun pulang ke Ternate, sementara Datu Maula Husein tetap tinggal di Jawa yang merupakan negeri asalnya. Sebelumnya, Zainal Abidin telah berhasil merekrut beberapa ulama Jawa yang diajak ke Ternate untuk membantu menyebarkan Islam di sana. Mereka ditempatkan di sebuah permukiman yang kini bernama 'Falajawa' (rumah orang Jawa). Sesampainya di Ternate, Zainal Abidin menanggalkan gelar 'Kolano' dan menggantinya dengan 'Sultan'. Era pemerintahan Kolano pun berakhir, dan Kerajaan Ternate telah resmi berevolusi menjadi sebuah kesultanan Islam. Di tahun yang sama, Ternate mengadakan perjanjian batas wilayah dengan Tidore. Kerajaan Tidore yang tengah berekspansi ke timur menduduki wilayah Oba, Gane, Wasile, Maba, Weda, dan Patani di Halmahera. Untuk mencegah konflik, Ternate dan Tidore sepakat untuk menetapkan batas wilayah pengaruh mereka di Pulau Halmahera. Ternate menguasai wilayah dari Dodinga dan Tetewang ke utara, sementara Tidore menguasai daerah dari Oba ke selatan dan Wasile ke timur.
- 1500 - Sultan Bayanullah (Abu Lais/Boleif/Liliatu) naik tahta. Bacan dan Tidore beraliansi menyerang Makian dan Moti untuk merebutnya dari Ternate. Keduanya berhasil, Makian direbut oleh Bacan, sementara Moti jatuh ke tangan Tidore.
- 1511 - Ternate memulai kampanye perluasan wilayah ke selatan. Di bawah pimpinan Samarau Tomagola dan Tomaito, armada juanga Ternate berturut-turut menaklukkan Sula dan Buru, serta Huamual (Luhu/Veranula), Hitu (Ambon), Leitimor (Soya), Haruku (Hatuhaha dan Oma), Iha (Saparua), Seram Barat (Sahulau) dan Seram Timur (Nunusaku), juga Kepulauan Banda. Negeri-negeri di Kepulauan Ambon dan Huamual dijadikan vasal oleh Ternate, sementara Sula, Buru, Banda, dan Seram kemungkinan dianeksasi. Sultan Bayanullah kemudian melantik Samarau dan Tomaito sebagai Salahakan (Gubenur) masing-masing di Buru dan Sula.
- 1512 - Ekspedisi pertama bangsa Portugis ke Nusantara timur di bawah pimpinan Antonio de Abreu dan Francisco Serrao. Masing-masing tiba di Banda dan Ambon. Serrao kemudian dijemput oleh Sultan Bayanullah ke Ternate, lalu diangkat sebagai penasihat pribadinya. Keduanya menandatangani persetujuan aliansi Portugal-Ternate. Sultan Bayanullah juga memberikan hak monopoli dagang kepada bangsa Portugis. Tidore menyerang kekuasaan Ternate di Seram dan Banda. Armada Tidore berhasil merebut Seram Timur dan pulau-pulau timur di Kepulauan Banda, yakni Lonthor (Banda Besar), Pulau Pisang, dan Rozengain. Ini menyisakan Pulau Naira (Banda Neira), Gunung Api, Ai, dan Run sebagai wilayah yang masih setia pada Ternate di Laut Banda.
Masa pemerintahan Dayalu, Abu Hayat, dan Tabariji (1522-1535):
- 1522 - Bayanullah wafat, kemungkinan tewas dibunuh oleh rakyatnya sendiri karena hubungan persahabatannya dengan Francisco Serrao. Putranya, Dayalu (Deyalo/Hidayatullah) naik tahta sebagai Sultan Ternate menggantikannya. Namun, karena masih dibawah umur (Dayalu baru berusia 6 tahun), kendali pemerintahan dipegang oleh ibunya, Nyai Cili Boki Raja (Sultana Nukila) dari Tidore, yang menjabat sebagai Mangkubumi. Paman Dayalu, Raja Muda Taruwese juga turut membantu ibunya dalam mengatur pemerintahan Kesultanan Ternate. Portugal mengirim ekspedisi keduanya ke Nusantara timur, kali ini di bawah pimpinan Antonio de Brito. Armadanya mengunjungi Banda, Ternate, dan Ambon, kemudian mendirikan benteng pertamanya di Hitu. Maka dimulailah pendudukan bangsa Eropa di Nusantara timur. Seluruh Kepulauan Ambon (kecuali Kerajaan Hitu) pun menjadi wilayah Portugis, yang mendirikan benteng di tiap daerah tersebut. Antonio de Brito kemudian dilantik sebagai Gubernur Portugis pertama di Maluku, bermarkas di Ambon. Di tahun yang sama, Portugis juga telah mendirikan benteng di Gamlamo.
- 1523 - Portugis menduduki Banda, merebut Naira dan Lonthor dari Ternate dan Tidore.
- 1527 - Jorge de Menezes dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku. Ia menjalin hubungan yang sangat erat dengan Raja Muda Ternate, Taruwese. Keduanya bersama-sama menggempur Tidore yang bersekutu dengan Spanyol, namun dapat dipukul mundur.
- 1528 - Diperkirakan sejak tahun ini Jailolo dan Loloda telah kembali menjadi vasal Ternate. Portugal mendirikan benteng di Ambon, menjadikan tempat tersebut sebagai pusat pemerintahan kolonialnya di Indonesia Timur.
- 1529 - Ternate (bersama Jailolo dan Loloda yang merupakan bawahannya kala itu) tampaknya telah menjadi negara bawahan Imperium Portugal sejak tahun ini. Kala itu, Sultan Dayalu baru saja dikudeta oleh Raja Muda Taruwese yang sangat akrab dengan Gubernur de Menezes. Sultan Dayalu mengungsi ke negara pamannya, Tidore, dan menjadi buron Portugis. Taruwese dan orang-orang Portugis kemudian melantik adik Dayalu, Abu Hayat (Boheyat) sebagai Sultan Ternate yang baru.
- 1530 - Taruwese tewas dibunuh oleh rakyat Ternate yang bekerjasama dengan de Menezes, setelah hubungan keduanya retak akibat orang-orang Portugis mulai mencampuri urusan internal keraton Ternate. Gubernur Jorge de Menezes kemudian digantikan oleh Gonzalo Pereira.
- 1531 - Gonzalo Pereira tewas dibunuh dalam suatu konspirasi oleh anak buahnya sendiri, orang-orang Portugis dan kawan Ternate mereka. Namun, pihak Portugal menuduh Sultan Abu Hayat ikut berkomplot dan memenjarakannya.
- 1532 - Vincente da Fonceca dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku. Ia membebaskan Sultan Abu Hayat dan mengangkatnya kembali sebagai Sultan Ternate. Namun tak sampai setahun, ia dilengserkan oleh rakyatnya sendiri karena memerintah dengan represif. Ia ditangkap dan diasingkan ke Malaka, tempatnya meninggal.
- 1533 - Tabariji, saudara tiri Dayalu dan Abu Hayat dinobatkan sebagai Sultan Ternate oleh da Fonceca.
- 1534 - Tristao de Ataide dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku. Selagi menjabat, ia melakukan banyak tindakan keji dan tiranik terhadap para bangsawan dan rakyat Maluku, terutama di Ternate dan Jailolo. Karena hal ini, Jailolo melepaskan diri dari penguasaan Ternate dan Portugal, kemudian lebih mendekatkan diri dengan Tidore dan Spanyol. Sultan Tabariji ditangkap dan dikirim ke Goa Portugis di India Barat untuk diadili karena dituduh berkhianat oleh de Ataide. Di Goa, ia dipaksa menandatangani perjanjian dengan Gubernur Portugis untuk menyerahkan kekuasaan Ternate di Maluku Tengah (Sula, Buru, Huamual, Hitu, Seram Barat) kepada Portugal. Sang Sultan kemudian juga bersedia untuk dibaptis menjadi seorang Kristen dengan nama 'Don Manuel Tabariji'.
Masa pemerintahan Khairun Jamil (1535-1569):
- 1535 - Khairun Jamil dilantik sebagai Sultan Ternate menggantikan Tabariji. Di tahun yang sama, de Ataide menyerang Jailolo yang bersekutu dengan Spanyol. Namun, pasukannya dapat dipukul mundur oleh rakyat Jailolo yang marah dan menuntut agar menobatkan Deyalo kembali sebagai pemimpin Ternate. Rakyat yang marah melampiaskannya dengan menyerbu Ternate, Tidore, Moti, Makian, Kasiruta, hingga Bacan. Konon, seluruh Kota Ternate dibakar habis, kemudian ditinggalkan begitu saja.
- 1536 - Antonio Galvao dilantik sebagai Gubernur Portugis ketujuh. Dibawah pimpinan Kolano Katarabumi, Kerajaan Jailolo menyerang dan menaklukkan Kerajaan Moro yang menguasai kawasan Tobelo, Kao, dan Morotia di Halmahera Utara, serta Pulau Morotai.
- 1538 - Erupsi Gunung Gamalama. Merupakan catatan pertama yang diketahui perihal letusan gunung berapi tersebut.
- 1540 - Jorge de Castro menjadi Gubernur Portugis kedelapan. Benteng Portugis di Gamlamo ditinggalkan. Melalui bantuan dakwah ulama Ternate, Kerajaan Buol di Sulawesi Utara berevolusi menjadi negara Islam. Eato Mohammad Tahir dinobatkan sebagai penguasa Muslim pertama di kerajaan tersebut.
- 1543 - Moro merdeka dari Jailolo.
- 1545 - Gubernur Portugis melengserkan Sultan Khairun dan mengangkat kembali Tabariji (yang telah memeluk Kristen) sebagai Sultan Ternate. Tujuan pengangkatan kembali ini adalah untuk mensahkan janji Tabariji untuk menyerahkan kekuasaan Ternate di Maluku Tengah kepada Portugal. Namun, dalam perjalanan ke Ternate dari Goa, Tabariji wafat kala singgah di Malaka dan dimakamkan di sana.
- 1546 - Sultan Khairun dilantik kembali. Franciscus Xaverius tiba di Maluku, mengunjungi Ambon, Ternate, dan Morotai.
- 1551 - Jatuhnya Jailolo. Portugal dan Ternate menggempur Kerajaan Jailolo. Negeri itu takluk setelah blokade dan pengepungan selama 3 bulan oleh armada Portugis-Ternate. Kolano Katarabumi menyerah dan bersedia menjadikan Jailolo sebagai vasal Ternate.
- 1558 - Portugal menyerahkan kembali kekuasaan Ternate di Maluku Tengah. Sultan Khairun melantik Kimalaha Laulata sebagai Salahakan di Huamual. Dalam perkembangannya, Laulata beberapa kali melancarkan penjarahan terhadap kekuasaan Portugis di Ambon.
- 1559 - Melalui bantuan Kimalaha Laulata, Hitu merebut sebagian besar Kepulauan Ambon (kecuali Ambon itu sendiri) dari penguasaan Portugal.
- 1563 - Kesultanan Ternate memerangi Kerajaan Sugbu (Cebu) yang menguasai Kepulauan Visaya dan Mindanao di Filipina. Armada juanga Ternate berhasil menaklukkan Butuan dan Dapitan, dua negeri bawahan Sugbu di Mindanao dan Bohol. Serangan Ternate menghancurkan Dapitan, memaksa penguasanya, Datu Pagbuaya, mengungsi ke Mindanao dan mendirikan sebuah negeri baru dengan nama yang sama di bagian utara pulau tersebut. Butuan dan Dapitan pun menjadi bawahan Ternate, dan secara tidak langsung turut jatuh ke tangan Portugis. Armada Ternate juga menyerang Pulau Cebu, namun gagal menaklukkannya. Sebelumnya, armada Ternate kemungkinan juga telah menundukkan Kerajaan Rimpulaeng yang menguasai Kepulauan Sangihe, Talaud, serta Sarangani dan Davao.
- 1564 - Portugal merebut kembali kekuasaan Ternate di Maluku Tengah.
- 1565 - Di Filipina, armada Spanyol pimpinan Miguel Lopez de Legazpi menaklukkan Sugbu. Ini menandakan dimulainya masa penjajahan Spanyol di Filipina. Sebelumnya, de Legazpi dan pasukannya telah menjalin aliansi dengan penguasa Bohol terakhir, Datu Sikatuna dan Datu Sigala (yang masih merupakan bawahan Ternate). Pulau Cebu kemudian dijadikan sebagai pusat pemerintahan kolonial Spanyol pertama di Filipina, dengan de Legazpi sebagai Gubernur Jenderal pertamanya.
- 1566 - Bohol lepas dari Ternate dan jatuh ke tangan Spanyol, setelah Sikatuna, Sigala, dan pengikutnya mengambil sumpah setia untuk mengabdikan diri kepada de Legazpi. Kelak, pasukan Visaya dari Bohol dan sekitarnya ini akan turut berjasa dalam kampanye penaklukan Spanyol terhadap Maluku, beberapa dekade ke depan. Diego Lopez de Mesquita menjadi Gubernur Jenderal Portugis.
- 1569 - Pembunuhan Sultan Khairun. Gubernur de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke benteng Kastela dalam rangka mengadakan perjanjian damai untuk mengakhiri konflik bersenjata di Moro. Sultan Khairun menyambutnya dengan senang hati dan datang sendiri dengan diiringi oleh segelintir pengawal pribadinya. Namun, tepat setelah kedua pemimpin tersebut mengucapkan sumpah perdamaian dengan kitab suci masing-masing, Sultan Khairun ditikam dari belakang oleh seorang Portugis atas perintah Gubernur de Mesquita. Seluruh pengawal pribadinya juga dibunuh saat itu juga. Jenazah Sultan Khairun kemudian ditenggelamkan ke laut. Portugis berharap dengan tewasnya sang Sultan, Ternate akan melemah dan semakin mudah dikendalikan.
- 1570 - Sultan Baabullah Datu Syah naik tahta. Didasarkan atas keinginan untuk membalas kematian ayahnya, Baabullah bersumpah untuk mengusir orang-orang Portugis dari seluruh Maluku. Baabullah Datu Syah adalah Sultan terbesar Ternate yang berhasil memerdekakan negaranya dari hegemoni bangsa Portugis dan bahkan sukses mengusir mereka sepenuhnya dari kawasan Maluku Utara, kemudian berhasil membawa Kesultanan Ternate ke puncak kejayaannya. Tepat setelah pelantikannya sebagai Sultan, Baabullah langsung mengepung benteng Kastela, mencegah orang-orang Portugis yang ada disana untuk keluar dan mencari bantuan. Blokade ini terus dilakukan hingga lima tahun kemudian.
- 1574 - Ternate menaklukkan Kerajaan Moro dan menganeksasi Loloda.
- 1575 - Blokade benteng Kastela berakhir. Sisa-sisa orang Portugis yang masih hidup akhirnya keluar dan menyerahkan diri. Mereka diperbolehkan untuk berlayar ke Ambon, sementara sisanya memilih untuk memeluk Islam. Dengan ini, penjajahan Portugal terhadap Ternate telah sepenuhnya berakhir. Sultan Baabullah kemudian menjadikan benteng Kastela sebagai tempat kediamannya. Di tahun yang sama, armada juanga Ternate sukses menaklukkan kembali Sula.
- 1576 - Ternate menaklukkan Buru dan Seram Barat, mengusir orang-orang Portugis dari sana. Kerajaan Siau menyerang Rimpulaeng. Dalam pertempuran, penguasa Rimpulaeng Don Makaampo tewas terbunuh oleh pasukan Siau. Putranya, Wuatangsemba mendirikan kerajaan baru bernama Tabukan dan bersedia tunduk pada Siau. Sangihe, Talaud, Sarangani, dan Davao pun berganti jatuh ke tangan Siau.
- 1577 - Ternate mulai memblokade dan menggempur Kasiruta, pusat pemerintahan Kesultanan Bacan.
- 1578 - Ternate mulai melancarkan ekspansi ke Sulawesi. Berturut-turut Manado, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Buol, dan negeri-negeri di Sulawesi Utara tunduk dan takluk menjadi vasalnya.
- 1579 - Ternate berturut-turut menaklukkan Parigi, Sausu, Poso, dan Una-Una, menjadikannya sebagai penguasa teluk Tomini dan Poso. Armada juanga Ternate juga merebut Toli-Toli, Tawaeli, Donggala, dan Sigi. Sementara itu, sebuah armada Inggris pimpinan Sir Francis Drake datang berkunjung ke Ternate dan disambut langsung oleh Sultan Baabullah. Keduanya menjalin hubungan baik, bahkan sang Sultan menitipkan pesan untuk Ratu Inggris kepada Drake bahwa Kesultanan Ternate ingin menjalin persahabatan dengan Kerajaan Inggris.
- 1580 - Puncak ekspansi Ternate. Bacan akhirnya takluk setelah blokade dan gempuran selama 3 tahun. Negeri itu, bersama seluruh vasalnya yang ada di Halmahera (Gane), Seram, dan Papua Barat (Raja Ampat) serta Pulau Obi dan Makian, pun menjadi vasal Ternate. Armada juanga Ternate juga sukses menundukkan Siau dan bawahannya, Tabukan di Sangihe. Sultan Baabullah mendirikan tiga kerajaan bawahan yang lepas dari Tabukan di pulau itu, yakni Kendahe (Kandhar), Tahuna, dan Manganitu. Tabukan menguasai Talaud, sementara Kendahe menguasai Sarangani di Mindanao Selatan. Armada kora-kora lain pimpinan Kapita Kapalaya dari Sula menaklukkan Bungku dan Selayar, serta merebut Tiworo, Wakatobi, dan Kulisusu (Buton Utara). Armada ini kemudian lanjut menggempur Buton, namun mendapat perlawanan sengit. Perang pun tak dapat dihindari. Satu armada lain pimpinan Adi Cokro, seorang Jawa yang mengabdi pada Ternate sebagai panglima laut, berhasil menaklukkan Banggai. Negeri-negeri kecil di sana pun dilebur menjadi satu. Oleh para tomundo, Adi Cokro diangkat sebagai pemimpin pertama Kerajaan Banggai yang bersatu (sebagai bawahan Ternate) dengan gelar Mbumbu doi Jawa. Ia melancarkan ekspansi wilayah ke pulau Sulawesi, menaklukkan daerah dari Tompotika di timur hingga Tojo di barat. Ia juga mendirikan Basalo Sangkap, badan penasihat kerajaan yang terdiri dari para tomundo.
- 1581 - Perang Ternate-Buton berakhir dengan kekalahan Buton dan dianeksasinya negeri itu ke dalam kekuasaan Ternate. Dengan takluknya Buton, maka berakhirlah ekspedisi penaklukan Ternate di Sulawesi. Sultan Baabullah kemudian mendapatkan gelar terhormat 'Penguasa 72 Pulau' karena ia berhasil menguasai puluhan pulau yang terbentang dari Sulawesi, Mindanao, Halmahera, Seram, Flores, dan pulau-pulau di sekitarnya.
- 1582 - Di Mindanao, Kesultanan Maguindanao dibawah Datu Dimansankay menyerang Butuan dan sukses merebut kawasan selatan negeri tersebut.
Masa pemerintahan Saiduddin Barakati (1583-1606):
- 1583 - Sultan Baabullah wafat. Ia digantikan oleh putranya, Saiduddin Barakati, yang naik tahta dengan gelar Sultan Saidi. Sebelumnya, Sultan Baabullah telah mengunjungi Makassar, memperingatkan Karaeng Bontolangkasa namun akhirnya memilih untuk menjalin hubungan baik dan mengajaknya untuk memeluk Islam. Sultan Baabullah juga menyerahkan kembali Selayar kepada Gowa-Tallo.
- 1585 - Ternate menaklukkan Maguindanao. Sultan Saidi melantik Jogugu Salikula sebagai penguasa bawahan di negeri tersebut. Di tahun yang sama, pemerintahan kolonial Spanyol di Manila mengirim armada pimpinan Don Juan Marones untuk menggempur Ternate. Namun, saat tiba di lepas pantai Tidore, angin topan menenggelamkan sebagian besar kapal armada tersebut. Armada yang tersisa mendarat di Tidore dan disambut oleh Kaicil Tolo (pangeran Ternate yang ingin melengserkan Sultan Saidi) serta Sultan Tidore dan Bacan. Armada gabungan ini memutuskan untuk tetap menyerang Ternate, yang berakhir dengan kegagalan dan memaksa Laksamana Morenos untuk mundur kembali ke Manila.
- 1588 - Kunjungan ekspedisi dagang Belanda pertama di Ternate pimpinan Jacob Corneliszoon van Neck. Sang laksamana datang menemui Sultan Saidi untuk bernegosiasi dagang ,dan berhasil pulang dengan membawa cengkih yang ditukar dengan senjata.
- 1593 - Spanyol kembali mengirim armada untuk menyerang Ternate. Kali ini dipimpin langsung oleh Gubernur Jenderal di Manila, Das Marinas. Ia turut didampingi oleh sejumlah bangsawan Filipina dari Visaya serta 1000 prajurit Spanyol dan 1000 prajurit Tagalog-Visaya. Namun, saat keberangkatannya, orang-orang Cina yang menjadi pendayung kapal membunuh Das Marinas dan membawa armada tersebut ke pesisir pantai Tonkin di Vietnam, sebelum akhirnya kembali ke Manila beberapa waktu kemudian.
- 1597 - Kapita Laut Buisan dilantik sebagai penguasa Maguindanao dibawah pengaruh Ternate.
- 1599 - Ekspedisi dagang Belanda kembali mengunjungi Ternate. Kali ini dibawah pimpinan Wijbrand van Warwijk dan Jacob Heemskerk. Armada ini disambut langsung oleh Sultan Saidi, yang datang menghampiri mereka dengan sejumlah juanga yang berbaris melingkari kapal-kapal Belanda tersebut. Para pedagang Belanda menukar sejumlah pucuk senjata dengan dua setengah pikul rempah-rempah dari Sultan Saidi.
- 1602 - Kerajaan Belanda meresmikan berdirinya kompeni VOC.
- 1604 - Kunjungan armada EIC Inggris pimpinan Sir Henry Middleton ke Maluku.
- 1605 - Kompeni VOC tiba di Maluku dan menjalin hubungan diplomatik dengan Ternate, serta merebut kekuasaan Portugis di Ambon.
Masa pemerintahan Mudaffar (1606-1627):
- 1606 - Jatuhnya Kota Ternate. Beraliansi dengan Tidore, Spanyol dan Portugal (yang kala itu bergabung dalam sebuah Kekaisaran bersatu bernama Uni Iberia) menggempur Ternate. Armada besar pimpinan Don Pedro da Cunha (Gubernur Jenderal Spanyol di Manila) ini berhasil menaklukkan ibukota kesultanan itu serta menangkap Sultan Saidi dan keluarganya, mendeportasi mereka ke Manila. Kendali pemerintahan Ternate kemudian dipegang oleh Jogugu Hidayat Suki dari klan Tomagola, mewakili putra mahkota, Mudaffar, yang masih dibawah umur. Masa jaya Ternate pun berakhir. Sebagian besar negeri bawahannya secara tidak langsung turut jatuh ke dalam pengaruh Spanyol-Portugal, sementara negara Ternate itu sendiri menjadi vasal Uni Iberia. Luwu dan Makassar, kemungkinan besar memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut kembali kekuasaan mereka yang sebelumnya telah diambil oleh Ternate. Maguindanao memerdekakan diri, sementara Bacan lepas menjadi bawahan langsung Spanyol.
- 1607 - Spanyol mendirikan benteng di Gamlamo. Sultan Saidi mengutus Kapita Laut Ali, seorang pemuda petinggi Ternate untuk menemui orang-orang Belanda di Banten, dalam rangka mengajak untuk membentuk koalisi melawan Spanyol-Portugal. Sultan Hurudji mendirikan Kerajaan Boalemo di Gorontalo sebagai bawahan Ternate.
- 1608 - Kompeni Belanda VOC bersedia untuk membentuk aliansi dengan Ternate. Aliansi ini kemudian melancarkan serangan pertamanya, yakni ke pulau Makian yang kala itu dibawah pengawasan langsung Spanyol. Namun, mereka segera mundur setelah sang pemimpin penyerangan, Paulus van Carden, tertangkap oleh Spanyol dan ditawan di benteng Spanyol di Gamlamo. Erupsi Gamalama.
- 1609 - Aliansi VOC-Ternate menyerang Tidore dan Bacan. Mereka sukses menaklukkan Bacan, tetapi terkalahkan di Tidore.
- 1610 - Mudaffar resmi dilantik sebagai Sultan Ternate. Spanyol menyerang Bacan sebagai usaha untuk merebut kembali hegemoni mereka di negeri tersebut, namun berhasil dihalau oleh pasukan koalisi Ternate-VOC-Bacan yang berjaga di sana. Di tahun yang sama, koalisi ini juga akhirnya berhasil merebut Makian. VOC menjadikan Ambon sebagai pusat pemerintahannya.
- 1611 - Spanyol menaklukkan Jailolo dan menjadikannya vasal dibawah pengawasan Gubernur Spanyol di Manila.
- 1612 - Pieter Both dilantik sebagai Gubernur Jenderal VOC pertama di Nusantara, yang berkedudukan di Ternate.
- 1619 - Jan Pieterszoon Coen (J.P. Coen) dilantik sebagai Gubernur Jenderal VOC kedua. Pusat administrasi VOC dipindah dari Ternate ke Batavia.
- 1620 - Ternate menaklukkan kembali Jailolo.
- 1621 - Kesultanan Makassar Gowa-Tallo dari Sulawesi Selatan menggempur Buton dan berhasil merebutnya dari Ternate.
- 1625 - Kesultanan Maguindanao dibawah pimpinan Sultan Muhammad Dipatuan Kudarat menaklukkan Davao, Sarangani, Sangihe, dan Talaud, menghapus hegemoni Ternate di kelima daerah tersebut. Meskipun dua wilayah terakhir kelak dapat direbut kembali dengan bantuan Belanda kala Maguindanao mengalami kemunduran.
- 1626 - Makassar merebut Banggai dan Bungku dari Ternate.
Masa pemerintahan Hamzah (1627-1648):
- 1627 - Sultan Hamzah (Don Pedro da Cunha) naik tahta. Ia mengadakan ekspedisi ke wilayah dan vasal Ternate di seberang laut yang mulai membangkang otoritasnya. Ekspedisi ini dipimpin oleh Kapita Laut Ali, dan memiliki kekuatan 27-30 juanga berisi 1500 infantri. Ali dan armadanya mula-mula menuju Sula, lalu ke Huamual dan Seram, hingga akhirnya sampai di Kepulauan Ambon. Di Leitimor, ia menemui para pejabat VOC setempat.
- 1629 - Ekspedisi Kapita Laut Ali bertolak ke pesisir timur Sulawesi, setelah sebelumnya mampir di Manipa dan Buru. Di wilayah ini, dua kerajaan vasal Ternate (Banggai dan Bungku) telah direbut oleh Makassar. Ali dan armadanya pun menyerang kedua negeri ini, memerangi orang-orang Makassar yang ada di sana. Banggai dan Bungku akhirnya berhasil direbut pada tahun ini juga.
- 1631 - Ekspedisi Kapita Laut Ali bertolak ke Buton. Sama dengan dua kerajaan sebelumnya, Kesultanan Buton juga telah jatuh ke dalam kekuasaan Makassar. Pengaruh Ternate di negara ini telah hampir sepenuhnya lenyap. Karenanya, Ali dan armadanya cukup kesulitan dalam usaha untuk menaklukkan kembali Buton. Sepanjang tahun ini, Ali menghabiskan sebagian besar waktunya berperang di Buton. Saat akhirnya negeri itu berhasil tunduk pada akhir tahun, Ali memutuskan untuk menetap di sana.
- 1632 - Kapita Laut Ali wafat di Buton, kemungkinan tewas diracun oleh Raja Gowa. Kematiannya diiringi dengan terlepasnya kembali Banggai, Bungku, dan Buton yang telah susah payah ia taklukkan.
- 1633 - Perlawanan Kapita Kakiali dari Hitu terhadap pemerintahan VOC di Ambon.
- 1634 - Makassar berturut-turut merebut Tomini (Parigi, Sausu, dan Una-Una), Gorontalo, Boalemo, Buol, Toli-Toli, Bulango, dan Sula.
- 1635 - Makassar menundukkan Bolaang Mongondow, Manado, dan Siau. Penaklukan ini melenyapkan hegemoni Ternate di Sulawesi, dan menandakan bangkitnya Makassar sebagai kekuatan baru menggantikannya. Erupsi Gamalama.
- 1636 - Antonio van Diemen dilantik sebagai Gubernur Jenderal VOC di Ambon.
- 1640 - Makassar memulai ekspansi ke wilayah kekuasaan Ternate di Maluku. Pasukan Makassar berturut-turut menaklukkan Buru dan Obi.
- 1641 - Pemberontakan Huamual-Hitu (Perang Hitu). Seorang pemimpin daerah di Huamual, Salahakan Luhu memberontak pada Ternate dan menyerang pos-pos VOC yang ada di Maluku Tengah. Ia didukung oleh Kapita Kakiali, serta Kerajaan Makassar yang juga tengah mengincar Maluku Tengah sebagai tujuan penaklukannya. Suatu pasukan berjumlah 1200 orang Makassar (bersama pasukan tambahan dari Huamual dan Hitu) dibawah pimpinan Salahakan Luhu pun berhasil menaklukkan seluruh Seram Barat dan Huamual di tahun ini juga.
- 1643 - Salahakan Luhu dan keluarganya ditangkap oleh VOC. Atas perintah Sultan Hamzah, mereka dinyatakan bersalah karena mencetuskan dan memimpin pemberontakan. Luhu dan keluarganya pun dieksekusi dengan dihukum gantung sampai mati di depan benteng VOC Victoria, disaksikan oleh penduduk Ambon. Perjuangan Luhu dilanjutkan oleh Kapita Kakiali dan Tulukabessy, beserta pendukung utamanya, Kesultanan Gowa-Tallo. Sementara itu, Sultan Hamzah melantik Majira Tomagola sebagai salahakan baru untuk wilayah Maluku Tengah.
- 1644 - Sultan Hamzah menandatangani perjanjian dengan Gubernur Jenderal van Diemen, yang berisi penyerahan kekuasaan Ternate di Kepulauan Ambon dan Hitu kepada Kompeni VOC. Sebagai balasan, VOC membayar uang berjumlah 73.000 gulden kepada Ternate, dengan rincian 56.875 gulden untuk Sultan pribadi, dan sisanya untuk kas kerajaan. Namun, pelaksanaan perjanjian ini baru diadakan dua tahun kemudian.
- 1645 - Pasukan Huamual-Hitu pimpinan Kapita Kakiali dan Tulukabessy bersama armada Makassar menaklukkan Hitu dan hampir seluruh Kepulauan Ambon.
- 1646 - Perang Hitu berakhir. Ternate mendapatkan kembali kekuasaannya di Maluku Tengah setelah pasukan pemberontak Huamual-Hitu dan armada Makassar di sana disapu bersih oleh armada VOC. Kapita Kakiali terbunuh, sementara Tulukabessy tertangkap dan dieksekusi. Atas jasa ini, Ternate menghadiahkan sebagian besar kekuasaannya tersebut kepada VOC. Perjanjian dua tahun sebelumnya pun dilaksanakan.
Masa pemerintahan Mandar Syah (1648-1675):
- 1648 - Sultan Hamzah wafat. Sultan Mandar Syah naik tahta.
- 1650 - Sultan Mandar Syah dikudeta oleh sejumlah petinggi istana dari keluarga Fala Raha (Tomagola, Tomaito, Marsaoli) yang tak menyukainya. Mereka kemudian mendudukkan Kaicil Manilha, adik Mandar Syah ke atas singgasana Ternate. Sementara itu, Mandar Syah yang tersingkir mengungsi ke Benteng Oranje dan meminta bantuan VOC untuk merebut kembali tahtanya dari Sultan Manilha.
- 1651 - Pemberontakan Salahakan Majira.
- 1652 - Kebijakan Hongi Tochten ditandatangani di Batavia oleh Gubernur Jenderal VOC dengan Sultan Mandar Syah (yang masih tersingkir dari Ternate). Ekspedisi eradikasi pohon cengkih di seluruh Maluku pun dimulai. Kapita Laut Saidi memimpin ekspedisi terakhir ke Buton untuk merebut kembali hegemoni Ternate di kesultanan tersebut. Namun, armada Ternate dapat dikalahkan oleh pasukan Buton yang dibantu oleh atasannya, Makassar. Saidi dan pasukannya pun terpaksa mundur. Ini sekaligus menandakan berakhirnya pengaruh Ternate atas Buton. Kaicil Kalamata diangkat sebagai Raja Jailolo bawahan Ternate. Namun, baru sekitar 2 bulan memerintah ia keburu wafat. Sementara pewaris tahta, Kaicil Alam masih belia sehingga ditempatkan di keraton Ternate untuk dipersiapkan menjadi Raja Jailolo berikutnya. Namun, pada kenyataannya ia tak pernah dilantik bahkan hingga ia telah dewasa sekalipun.
- 1653 - VOC menggempur istana Ternate, sebagai usaha untuk merebut tahta dari Sultan Manilha dan mengembalikannya kepada Mandar Syah. Erupsi Gamalama.
- 1655 - Mandar Syah diangkat kembali sebagai Sultan Ternate, setelah VOC berhasil memasuki istana Ternate. Para penentangnya ditangkap dan dibunuh, termasuk Sultan Manilha. Pemberontakan Kapita Laut Saidi. Bekerjasama dengan orang Tidore, Kapita Laut Saidi yang tak setuju dengan kebijakan Hongi Tochten melancarkan pemberontakan melawan Sultan Mandar Syah dan VOC. Ia dan pasukannya menyerang pos-pos VOC di pulau-pulau antara Huamual dan Buru, terutama Asahudi dan Kelang. Namun, dalam beberapa bulan pemberontakan ini dapat ditumpas. Saidi dan keluarganya berhasil ditangkap.
- 1656 - Pemberontakan Salahakan Majira berakhir. Sang Salahakan ditangkap di Makassar setelah diadakan perjanjian antara VOC-Ternate dengan Gowa-Tallo. Ia kemudian dieksekusi setahun kemudian.
- 1660 - Perang Makassar dimulai. Kesultanan Ternate turut berkontribusi dengan beraliansi dengan VOC dan Bone melawan Makassar dan sekutunya.
- 1663 - Ternate kembali merdeka. Spanyol menarik pasukannya dari Maluku Utara, melepaskan Ternate dan Tidore (serta seluruh negara jajahan mereka) menjadi negara merdeka kembali.
- 1667 - Perjanjian Bungaya. Kesultanan Gowa-Tallo yang semakin terdesak bersedia untuk menandatangani perjanjian dengan pihak VOC-Bone. Di antara isi perjanjian tersebut adalah Makassar harus 'mengembalikan kekuasaannya di Sulawesi Timur kepada Kesultanan Ternate'.
- 1669 - Perang Makassar berakhir.
- 1672 - Daerah taklukan Kesultanan Bacan di Seram dianeksasi oleh Gubernur VOC di Ambon atas permintaan penduduk setempat.
- 1675 - Sultan Mandar Syah wafat. Putra sulungnya, Sibori Amsterdam (Muhammad Nurul Islam) naik tahta menggantikannya.
- 1676 - Melalui bantuan VOC, Ternate mengadakan ekspedisi ke Sulawesi Utara untuk memulihkan kembali hegemoninya di sana. Negeri-negeri Gorontalo, Buol, dan Parigi berhasil ditaklukkan kembali. Sementara Sultan Sibori sendiri memimpin langsung ekspedisi penaklukan ke Siau, Sangihe, dan Talaud, yang juga berhasil dengan sukses. Namun, di tahun yang sama, Sultan Sibori menandatangani perjanjian yang berisi penyerahan kekuasaan Ternate di Maluku Tengah kepada VOC.
- 1680 - Sultan Sibori memutus aliansinya dengan VOC, kemudian mengirim utusannya, Pati Lima dari Seram, ke Ambon untuk menyampaikan surat kepada seluruh umat Muslim di kepulauan tersebut. Surat itu berisi seruan untuk menyerang dan membunuh seluruh orang Belanda di Ambon, kecuali mereka yang bersedia menyerahkan diri. Pati Lima pun segera berlayar ke selatan dan menemui Hasan Sulaiman, salah satu ulama berpengaruh di Maluku Tengah kala itu. Namun, tak lama kemudian mereka ditangkap oleh serdadu Belanda yang menerima laporan dari mata-mata mereka. Pati Lima pun dihukum mati, setelah mengakui bahwa misinya adalah membunuh orang Belanda atas perintah Sultan Sibori.
- 1681 - Perang Ternate-VOC. Gubernur Jenderal VOC, Roberts Padtbrugge, mengirim pasukan ke Ternate untuk menangkap Sultan Sibori. Selama beberapa hari, terjadi pertempuran sengit antara pasukan VOC melawan rakyat Ternate yang mencegah mereka untuk memasuki istana kediaman Sultan. Pada hari kedua pendaratan pasukan Belanda, rakyat Ternate dapat bertahan dan memukul mundur mereka. Keesokan harinya, Sultan dan keluarga serta pengawal pribadinya (orang Alifuru), memutuskan untuk mengungsi ke Jailolo. Di hari yang sama, pasukan Belanda berhasil menduduki istana dan menangkap sejumlah bobato dan bangsawan Ternate yang tertinggal. Di Jailolo, Sultan Sibori menulis surat yang berisi permintaan bantuan keuangan kepada Sultan Mindanao, Abdurrahman. Namun, ia tak kunjung mendapat balasan sehingga membuat sang Sultan dan rombongannya semakin kekurangan logistik dan biaya. Akhirnya, Sultan Sibori ditangkap oleh Belanda atas bantuan sejumlah pengikutnya yang berkhianat. Ia kemudian segera dibawa ke Batavia untuk diadili. Di tahun yang sama, Kerajaan Bolaang Mongondow (vasal Ternate di Tanah Minahasa) pimpinan Datu Binangkang menyerang kedudukan VOC di Manado.
- 1682 - VOC memukul mundur Datu Binangkang dan pasukannya dari Manado, kemudian membalas dengan lanjut menggempur dan membumihanguskan Solimandungan, ibukota Bolaang Mongondow.
- 1683 - Ternate resmi menjadi vasal Kompeni VOC, setelah Sultan Sibori menandatangani suatu perjanjian dengan Gubernur Jenderal VOC di Batavia. Vasal-vasalnya di Sulawesi Timur (Banggai, Bungku, Tojo, dan Una-Una) dan Utara (Atinggola, Suwawa, Bintauna, Kaidipang, Bulango, Limboto, Boalemo, dan Gorontalo) pun secara tak langsung turut jatuh ke tangan VOC. Sementara Bacan, Bolaang Mongondow, Buol, dan Parigi berhasil melepaskan diri kembali dari hegemoni Ternate.
- 1684 - Kaicil Alam, pewaris tahta Kerajaan Jailolo, wafat di Ternate. Bersama kematiannya, berakhir pula riwayat Jailolo sebagai sebuah negara.
- 1689 - Sultan Sibori wafat. Singgasana Ternate lowong hingga 3 tahun berikutnya. Pemerintahan Ternate dikendalikan oleh dua orang pangeran, Kaicil Toloko dan Kaicil Melayu.
- 1692 - Sultan Toloko Rotterdam (Said Fathullah), adik Sibori naik tahta. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Ternate menikmati masa yang aman dan damai. Ia melakukan konsolidasi terhadap seluruh wilayah Ternate untuk meningkatkan stabilitas negara tersebut.
- 1707 - Atas permintaan Sultan Bacan, VOC mengembalikan kekuasaan negeri tersebut di Seram bagian utara.
Masa pemerintahan Raja Laut (1714-1751):
- 1714 - Sultan Raja Laut (Amir Iskandar Zulkarnain Saifuddin) naik tahta.
- 1716 - Pemberontakan Halmahera Timur. Rakyat Tidore di Halmahera Timur atau Gamrange (Maba, Patani, Gebe, dan Weda) yang merasa terbebani dengan pungutan upeti Sultan Tidore, ingin membelot pada Ternate. Para sangaji daerah-daerah tersebut berlayar ke Ternate untuk menemui Sultan Raja Laut, dan menyampaikan kehendak rakyat mereka. Sultan Raja Laut menerima kehendak mereka dan menganugerahkan hadiah sebagai lambang janji kepada para sangaji. Dua tahun kemudian, Halmahera Timur benar-benar memberontak melawan Tidore.
- 1718 - Gamrange telah sepenuhnya memberontak dari Tidore dan penduduknya menyatakan bahwa mereka kini merupakan bagian dari Kesultanan Ternate.
- 1720 - Menyusul Gamrange, penduduk Raja Ampat turut memberontak melawan Tidore dan berpindah haluan ke Ternate. Karena hal ini, Gubernur VOC di Maluku memutuskan untuk mengadakan pertemuan antara Sultan Ternate (Raja Laut) dengan Sultan Tidore (Hasanuddin), yang menghasilkan persetujuan bahwa Ternate bersedia mengembalikan Halmahera Timur kepada Tidore dan VOC akan membantu Tidore untuk memburu dan menumpas kaum pemberontak.
- 1722 - Pemberontakan Halmahera Timur berhasil dipadamkan. Seluruh wilayah Tidore yang membelot pada Ternate berhasil dipulihkan kembali oleh aliansi VOC-Tidore. Ternate dan Tidore kemudian menandatangani perjanjian perdamaian bahwa kedua negara sepakat untuk mencegah rakyatnya beralih status dari satu kerajaan ke kerajaan lain, dan Kompeni VOC diberi wewenang untuk mengadili dan menghukum siapapun yang melawan.
- 1737 - Erupsi Gamalama. Merupakan salah satu letusan terdahsyat yang diketahui dari gunung berapi ini.
- 1741 - Penguasa Banggai dan Bungku mulai mengadakan pertemuan rahasia untuk merencanakan pemberontakan melawan kekuasaan Ternate dan VOC.
- 1742 - Pemberontakan Makian. Bobato dan rakyat Makian, yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Sultan Raja Laut, membelot ke Tidore.
- 1744 - Sultan Raja Laut memecat dan mencopot jabatan pemerintahan dari keluarga Tomagola dan Tomaito, dua klan Maluku paling berpengaruh dalam pemerintahan Ternate hingga saat itu. Akibatnya, jabatan Jogugu, Hukum Soasio, dan Kimalaha Marsaoli lowong karena dibiarkan tak diisi oleh Sultan Raja Laut.
Masa pemerintahan Ayan Syah, Syahmardan, Jalaluddin, dan Harun Syah (1751-1780):
- 1751 - Sultan Ayan Syah (Oudhoorn) naik tahta.
- 1752 - Pemberontakan Makian berhasil dipadamkan, setelah Sultan Ayan Syah mengadakan pertemuan dengan para bobato Makian dan menyatakan penyesalan atas ketidakadilan yang dirasakan mereka selama ini. Ia berjanji akan lebih memperhatikan kondisi Makian. Pernyataan ini pun membuat para bobato kembali berikrar setia kepada Ternate.
- 1754 - Sultan Ayan Syah wafat. Adiknya, Kaicil Syahmardan (Zwammerdam) naik tahta menggantikannya dengan gelar Sultan Amir Iskandar Muda. Sejak masa pemerintahannya, Kesultanan Ternate tak lagi memainkan pengaruh besar dalam percaturan politik Indonesia Timur akibat tekanan dan pengaruh Kompeni VOC yang semakin menguat.
- 1763 - Sultan Jalaluddin (Zwardekroon) naik tahta.
- 1770 - Raja Pilewiti, seorang bangsawan Kaili Sausu mendirikan Kerajaan Tojo. Kekuasaannya terbentang dari Pandiri di Poso hingga Ulubongka di Tojo Una-Una, dan mungkin termasuk pula Kepulauan Una-Una. Kerajaan ini berdiri sebagai sebuah negara yang merdeka dari Ternate, meski tetap menjadi vasal VOC.
- 1775 - Erupsi Gamalama. Menewaskan sekitar 140 orang dan melenyapkan sebuah desa, yang berubah menjadi dua buah danau, Tolire Jaha dan Tolire Kecil.
- 1777 - Sultan Harun Syah naik tahta.
Masa pemerintahan Ahral dan Muhammad Yasin (1780-1807):
- 1780 - Sultan Ahral (Jou Pulang Gapi) naik tahta.
- 1781 - Pemberontakan Nuku. Kaicil Nuku, pangeran Tidore yang tersingkir dari istana memberontak melawan Belanda dan Tidore. Ia menaklukkan Makian, Kayoa, Gane, dan Obi, serta menyerang Bacan yang kemudian menjadi sekutunya.
- 1783 - Revolusi Tidore. Sultan Tidore bawahan VOC, Patra Alam, mengirim sejumlah utusan ke Papua Barat untuk mendapatkan kembali loyalitas para penguasanya yang telah membelot pada Kaicil Nuku. Namun, para utusan justru turut berbalik memihak Nuku. Akibatnya, VOC menuduh Patra Alam bersekutu dengan Nuku. Ia pun ditangkap dan diasingkan. Hal ini membuat semakin banyak rakyat Tidore yang bersimpati dan mendukung Nuku, yang telah diangkat sebagai 'Sultan Papua dan Seram'.
- 1787 - Kerajaan Kendahe di Sangihe menjual Kepulauan Sarangani di ujung selatan Mindanao kepada Kesultanan Maguindanao, melenyapkan hegemoni Ternate (dan Belanda) di Filipina.
- 1796 - Sultan Sarkan naik tahta.
- 1797 - Melalui bantuan Inggris, Sultan Nuku berhasil menaklukkan pulau Tidore, meraih salah satu ambisinya untuk mempersatukan seluruh Kesultanan Tidore. Ia juga menghidupkan kembali Kerajaan Jailolo setelah merebut wilayah itu dari Ternate.
- 1800 - Pembubaran Kompeni VOC. Seluruh koloni dan vasalnya kemudian diambil alih langsung oleh pemerintah Belanda saat itu, Republik Batavia yang merupakan vasal Kekaisaran Prancis.
- 1801 - Sultan Muhammad Yasin naik tahta. Ternate ditaklukkan oleh Kompeni EIC Inggris, yang sedang bermusuhan dengan Prancis dan Belanda serta beraliansi dengan Tidore.
- 1803 - Perang Napoleon pecah di Eropa. Pengaruhnya merembet hingga Nusantara termasuk Maluku, dimana Inggris berperang dengan Prancis-Belanda.
- 1804 - EIC Inggris menyerahkan kembali wilayah yang didudukinya di Maluku kepada Belanda.
- 1805 - Sultan Nuku wafat di Tidore.
- 1806 - Armada Ternate-Belanda menyerang Tidore dan berhasil merebut benteng-bentengnya. Armada ini juga berhasil menduduki dan membumihanguskan Soasio, ibukota kesultanan tersebut. Namun penguasanya, Zainal Abidin berhasil lolos ke Halmahera Timur dan mendirikan pemerintahan darurat di sana.
Masa pemerintahan Muhammad Ali (1807-1824):
- 1807 - Sultan Muhammad Ali (Sarmole/Guraka van der Parra) naik tahta. Bersama Belanda, ia memimpin penyerangan ke Halmahera Timur untuk memburu Sultan Tidore dan Raja Jailolo. Pasukan Ternate-Belanda sukses menduduki Oba dan Weda, serta merebut kembali Gane, Obi, Makian, dan Kayoa. Jatuhnya Weda memaksa Raja Jailolo mengungsi ke Maba, tempat dirinya wafat. Sebelumnya, pasukan Ternate-Belanda juga kembali membumihanguskan kota Soasio di pulau Tidore.
- 1808 - Pasukan Ternate-Belanda menaklukkan Patani dan sisa kekuasaan Tidore di Halmahera Timur. Namun, Sultan Tidore berhasil lolos ke Waigeo di Raja Ampat dan menjadikannya sebagai pusat pertahanan terakhir Kesultanan Tidore.
- 1810 - Sultan Tidore Zainal Abidin menyerah dan ditangkap oleh Belanda di Waigeo. Ini mengakhiri kampanye penaklukan Tidore oleh Ternate dan Belanda, yang berhasil dengan sukses. Kesultanan Tidore pun menjadi vasal Belanda. Namun, di tahun yang sama Ternate kembali ditaklukkan oleh Inggris setelah mereka berhasil mengalahkan armada Prancis-Belanda di Maluku dan Manado.
- 1811 - Inggris menaklukkan Batavia, membuat seluruh koloni dan vasal Belanda di Nusantara turut jatuh ke tangan Inggris.
- 1813 - Pembangunan istana baru Kesultanan Ternate oleh Sultan Muhammad Ali. Didesain oleh seorang arsitek Cina, istana baru ini didirikan di bukit Limau. Istana inilah yang hingga kini masih digunakan sebagai kediaman Sultan Ternate dan sejumlah keluarganya, dan kelak dijadikan sebuah museum bernama 'Museum Kedaton Sultan Ternate'.
- 1815 - Perang Napoleon berakhir.
- 1816 - Penyerahan kembali koloni Hindia Timur dari Inggris kepada Belanda. Belanda secara resmi kembali menjadi penguasa di Indonesia. Baron van der Capellen dilantik sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Kesultanan Ternate pun kembali menjadi bawahan Belanda.
- 1817 - Pemberontakan Pattimura (Perang Saparua). Bangsawan dan rakyat Saparua pimpinan Kapitan Pattimura, seorang bekas abdi Inggris, melancarkan pemberontakan melawan Belanda. Pattimura menggalang aliansi dengan sejumlah kerajaan di luar Maluku Tengah, termasuk Ternate. Namun, dalam beberapa bulan, perang ini berakhir dengan kekalahan kaum pemberontak dan dihukum mati-nya para pemimpin mereka, termasuk Pattimura.
Masa pemerintahan Muhammad Zain dan Muhammad Arsyad (1824-1876):
- 1824 - Sultan Muhammad Zain naik tahta. Ia mengeluarkan sebuah Jaibn Kolano (Titah Sultan) perihal sejumlah tradisi dan kebiasaan masyarakat Ternate yang dinilai tak sesuai dengan syariat Islam. Berdasarkan catatan yang ditulis oleh Tulilamo (Juru Tulis Kesultanan Ternate) Haji Abdul Habib, titah tersebut berisi perintah untuk menghapus beberapa bagian adat istana dalam upacara kematian sultan yang bertentangan dengan hukum Islam.
- 1826 - Pemberontakan Tobungku. Kerajaan Bungku memberontak melawan Ternate dan Belanda akibat pungutan upeti yang telah lama membebani rakyat negeri tersebut. Sultan Ternate mengirim armada berjumlah ribuan tentara pimpinan Kapita Laut Abu Muhammad untuk memadamkannya, namun mereka dapat dipukul mundur oleh pasukan Bungku. Ternate pun meminta bantuan Belanda, yang segera mengirim armada pimpinan Letnan G. Lockemeijer, yang sukses menundukkan para pemberontak Tobungku.
- 1839 - Bungku kembali memberontak, namun dapat segera dipadamkan oleh Ternate.
- 1840 - Bungku untuk ketiga kalinya kembali memberontak. Kali ini dimotori oleh seorang Daeng Makaka, seorang pangeran Bugis yang menobatkan dirinya sebagai penguasa Bungku pasca mengkudeta Bukungku, raja Bungku sebelumnya yang pro-Ternate. Namun, pemberontakan ini juga berakhir dengan kegagalan. Armada Ternate terlalu kuat untuk para pemberontak Tobungku. Sultan Ternate kemudian mengangkat kembali Bukungku sebagai penguasa Bungku, sementara Daeng Makaka berhasil meloloskan diri dan baru tertangkap 8 tahun kemudian. Erupsi Gamalama.
- 1842 - Perang Tobelo. Menyusul Bungku, kali ini giliran Kerajaan Banggai yang melancarkan pemberontakan terhadap Ternate dan Belanda. Konflik fisik dan senjata pun mulai terjadi di jazirah Sulawesi Timur antara orang Banggai dengan orang Ternate.
- 1846 - Pasukan Ternate di Banggai bersekutu dengan tiga armada bajak laut Tobelo (salah satu dari 3 kelompok perompak paling ditakuti di Nusantara kala itu, bersama dengan lanun Mindanao dan Iban) yang tengah singgah di negeri tersebut. Kedudukan laskar Banggai pun mulai terdesak akibat kehadiran para perompak Tobelo tersebut.
- 1847 - Raja Laota dan pengikutnya tertangkap setelah terus dipukul mundur oleh armada Ternate-Tobelo. Kedudukannya pun digantikan oleh Raja Agama (Mbumbu doi Bugis) yang melanjutkan perjuangan pendahulunya untuk terus melancarkan perlawanan terhadap hegemoni Ternate dan Belanda. Melalui bantuan orang-orang Bugis, Raja Agama sukses mengusir kembali armada Ternate yang ada di Banggai. Perang pun masih terus berlanjut hingga 5 tahun kemudian.
- 1852 - Perang Tobelo berakhir. Armada Kesultanan Ternate dan bajak laut Tobelo kembali berhasil memukul mundur laskar Banggai. Raja Agama berhasil meloloskan diri ke Tojo, lalu ke Bone, tempat dirinya wafat. Kerajaan Banggai pun kembali takluk pada Ternate. Tatu Tonga (Mbumbu doi Jere) kemudian dilantik sebagai penguasa Banggai yang baru di bawah pengaruh Ternate.
- 1858 - Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris terkemuka, tiba di Ternate untuk melakukan studi zoologi, sebagai bagian dari suatu penelitian menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di Nusantara. Di Ternate, ia menetap di sebuah rumah pinjaman pengusaha terkaya Belanda di Maluku Utara saat itu, Renesse van Duivenbode. Wallace juga menjadikan Ternate sebagai markas penelitiannya. Dari sini, ia berkali-kali bolak-balik ke seantero Indonesia Timur, yakni Maluku Tengah, Timor, Halmahera, Manado, dan Papua. Di tahun yang sama, Wallace menerbitkan 'Ternate Papers', sebuah makalah yang berisi sejumlah pandangannya terhadap zoologi berdasarkan penelitiannya di Nusantara.
- 1859 - Atas permintaan Belanda, Ternate (dan Tidore) mengirim sejumlah pasukan Alifuru ke Seram untuk menumpas pemberontakan yang pecah di sana. Setelah sukses dalam misi mereka, para petinggi militer kedua kesultanan ini dianugerahi sejumlah hadiah dan uang dari Belanda atas jasa mereka tersebut. Di tahun yang sama, Sultan Ternate menjual kepulauan Obi kepada Belanda.
- 1861 - Sultan Muhammad Arsyad (Azad) naik tahta.
- 1862 - Alfred Russel Wallace kembali ke Inggris, setelah menyelesaikan studinya selama lebih dari 4 tahun di Nusantara. Ia berhasil mengumpulkan 12.500 spesimen berbagai spesies hewan untuk objek penelitiannya, yang mana banyak di antaranya merupakan spesies baru. Nantinya, seluruh catatan perjalanan dan studinya di Nusantara bakal dituturkannya dalam bukunya yang paling terkenal, 'The Malay Archipelago' yang terbit 7 tahun kemudian. Erupsi Gamalama.
- 1876 - Ternate kembali memasuki fase interregnum.
Masa pemerintahan Ayanhar (1879-1900):
- 1879 - Sultan Ayanhar naik tahta.
- 1880 - Kerajaan Tabukan dan Manganitu di Sangihe menjadi bawahan langsung Belanda.
- 1882 - Raja Haji Abdul Azis naik tahta di Banggai. Dibawahnya, Banggai kembali melancarkan perlawanan terhadap Hindia Belanda. Ia berhasil mengusir paksa para utusan dan pejabat Ternate dan Belanda dari Kerajaan Banggai, membuat Hindia Belanda kehilangan kontrol atas negeri tersebut. Kerajaan Banggai pun, untuk sementara, berhasil merdeka kembali menjadi negara mandiri.
- 1889 - Kerajaan Siau, Limboto, Atinggola, Bintauna, Kaidipang, Gorontalo, Suwawa, Bulango, dan Boalemo menjadi bawahan langsung Belanda.
- 1891 - Kerajaan Tahuna menjadi bawahan langsung Belanda.
- 1893 - Kerajaan Arangkaa, Porodisa, dan Salibabu di Talaud menjadi bawahan langsung Belanda.
- 1898 - Kerajaan Kendahe menjadi bawahan langsung Belanda.
Masa pemerintahan Muhammad Ilham Syah (1900-1902):
- 1900 - Sultan Muhammad Ilham Syah naik tahta. Banggai kembali takluk pada Ternate dan Hindia Belanda. Pemerintah Belanda dan Ternate mengadakan konspirasi terhadap Raja Haji Abdul Azis, yang memaksanya turun tahta dan merantau ke Mekkah, tempat dirinya wafat. Raja Haji Abdul Rahman kemudian dilantik sebagai penguasa Banggai yang baru dibawah pengaruh Ternate.
Masa pemerintahan Muhammad Usman Syah (1902-1914):
- 1902 - Sultan Muhammad Usman Syah naik tahta.
- 1907 - Sultan Usman Syah melepaskan seluruh vasalnya di Sulawesi (kecuali Tagulandang di Kepulauan Sitaro) dan kekuasaannya di Sula dan Gane. Daerah-daerah ini kemudian diambil alih dan diperintah langsung oleh Hindia Belanda.
- 1908 - Erupsi Gamalama. Memakan korban kurang lebih 100 jiwa.
- 1909 - Kesultanan Ternate, Tidore, dan Bacan menandatangani Korte Verklaring (Perjanjian Plakat Pendek) dengan Belanda, yang menyebabkan status ketiganya turun dari vasal menjadi swapraja dalam pemerintahan Hindia Belanda.
- 1914 - Pemberontakan Jailolo. Residen Belanda di Jailolo tewas dibunuh rakyat Jailolo yang memberontak dan mengamuk akibat kebijakan kerja rodi pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya, Belanda segera menangkap Sultan Muhammad Usman Syah yang dituduh ikut terlibat, kemudian mengasingkannya ke Bacan dan akhirnya ke Bandung. Pasukan KNIL Belanda lalu segera menumpas pemberontakan Jailolo. Tahta Kesultanan Ternate pun lowong dan kendali pemerintahannya diambil alih oleh Residen dan Jogugu.
- 1927 - Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah naik tahta. Tahta Ternate pun kembali diduduki oleh seorang Sultan.
- 1930 - Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan 'Zelf Bestuur Regeling', yang menetapkan pembagian Maluku Utara ke dalam tiga swapraja: Ternate, Tidore, dan Bacan.
- 1933 - Muhammad Usman Syah, ayah Sultan Jabir Syah dibebaskan dari pengasingan dan dipulangkan kembali ke Ternate.
- 1939 - Perang Dunia II dimulai.
- 1942 - Kekaisaran Jepang menaklukkan Hindia Belanda, termasuk seluruh Maluku Utara. Ternate kemudian dijadikan sebagai pusat pemerintahan tentara Jepang atas wilayah Maluku.
- 1944 - Pasukan Sekutu dibawah Jenderal Douglas McArthur dari Amerika Serikat menaklukkan Morotai, merebutnya dari pendudukan Jepang. Di sini, pasukan Sekutu ditemui oleh sejumlah orang Ternate yang memohon agar Sultan Jabir Syah segera dijemput dari Ternate karena nyawanya terancam oleh Jepang. McArthur pun segera mengirim satuan tentara Australia dan Hupltroepen menuju Ternate. Sebelumnya, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di pengasingan, H.J. van Mook, juga telah menyampaikan pesan kepada Sekutu di Morotai agar Sultan Ternate segera dievakuasi ke pulau tersebut. Regu penyelamat Sultan pun berhasil menunaikan misi mereka, setelah terlibat baku tembak singkat dengan sejumlah tentara Jepang di pesisir Ternate. Dari Morotai, Sultan Jabir Syah segera diterbangkan ke Australia, tempat para pejabat Hindia Belanda berada.
- 1945 - Perang Dunia II berakhir. Jepang menyerah pada Sekutu. Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Sementara itu, Sultan Jabir Syah telah dipulangkan kembali ke Ternate bersama sejumlah tentara NICA Belanda. Beberapa waktu kemudian, ia ditemui oleh Soekarno dan Mohammad Hatta, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Keduanya mengajak Sultan untuk bergabung dengan Indonesia. Sultan menjawab bahwa ia menghendaki agar bentuk negara Indonesia adalah republik federal. Hatta menimpali dengan mengatakan bahwa itu urusan belakangan, dan bentuk negara republik adalah yang paling dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat itu. Sultan setuju, dan Ternate pun menjadi bagian dari Republik Indonesia. Namun, di akhir tahun 1945, Ternate dan seluruh Maluku Utara segera diduduki kembali oleh pasukan Belanda. Sehingga, penyatuan Ternate dengan Indonesia masih sebatas pernyataan belaka.
- 1946 - Konferensi Denpasar. Pemerintah Hindia Belanda membentuk Negara Indonesia Timur (NIT) untuk menyaingi Republik Indonesia. Kesultanan Ternate menjadi salah satu swapraja dalam negara tersebut. Konferensi Malino. Sultan Jabir Syah hadir sebagai salah satu pembicara dan wakil dari Maluku Utara dalam perundingan tersebut.
- 1947 - Agresi Militer Belanda I.
- 1948 - Agresi Militer Belanda II. Konferensi Swapraja.
- 1949 - Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Perang kemerdekaan Indonesia berakhir. NIT menjadi salah satu negara bagian republik serikat tersebut.
- 1950 - Pembubaran RIS. NIT dan seluruh swaprajanya (termasuk Ternate) dilebur ke dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- 1962 - Erupsi Gamalama.
- 1966 - Era Orde Baru dimulai.
- 1971 - Kaicil Mudaffar, putra kedua Sultan Jabir Syah terpilih sebagai anggota DPRD Maluku melalui Partai Golkar.
Masa jabatan Mudaffar Syah (1975-2015)):
- 1975 - Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah wafat. Kaicil Mudaffar naik tahta menggantikannya bergelar Sultan Mudaffar Syah.
- 1977 - Sultan Mudaffar Syah terpilih sebagai anggota DPR RI.
- 1980 - Erupsi Gamalama.
- 1981 - Atas izin Sultan, Kedaton Sultan Ternate dijadikan museum oleh pemerintah Indonesia. Sultan dan sejumlah keluarganya tetap mendiami istana tersebut.
- 1986 - Pelantikan resmi Mudaffar Syah sebagai Sultan Ternate ke-48.
- 1988 - Erupsi Gamalama.
- 1991 - Erupsi Gamalama.
- 1993 - Erupsi Gamalama.
- 1998 - Era Reformasi dimulai.
- 1999 - Kerusuhan Ternate. Konflik etnis pecah di Pulau Ternate yang menewaskan sekitar 100 korban jiwa. Sultan Ternate bertindak dengan membentuk sebuah pasukan khusus, 'Pasukan Kuning', yang ditugaskan untuk membantu polisi dan tentara dalam meredakan konflik etnis tersebut. Namun, pasukan khusus ini mulai bertindak kasar dan sewenang-wenang terhadap tiap orang yang mengganggu mereka. Ini menimbulkan reaksi keras dari penduduk Muslim di Ternate Selatan, yang kemudian membentuk 'Pasukan Putih' untuk menandingi mereka. Konfrontasi bersenjata pun tak terelakkan.
- 2000 - Kerusuhan Halmahera. Konflik agama yang berawal di Maluku Tengah merembet hingga ke Halmahera di Maluku Utara. Kerusuhan terjadi di Galela dan Tobelo yang menewaskan sekitar 800 korban jiwa.
- 2002 - Festival Legu Gam (Pesta Rakyat Maluku Utara setiap Maret-April) dihidupkan kembali setelah sempat vakum sejak tahun 1950.
- 2003 - Erupsi Gamalama.
- 2004 - Sultan Mudaffar Syah terpilih menjadi anggota DPD RI.
- 2011 - Erupsi Gamalama.
- 2013 - Sultan Mudaffar Syah meluncurkan tabungan dinar dan dirham kepada masyarakat kota Ternate dan seluruh Maluku Utara. Ini merupakan salah satu upayanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sekaligus sebagai cita-cita untuk menjadikan dinar dan dirham sebagai mata uang yang berlaku di Indonesia sesuai syariat Islam. Dinar dan dirham Ternate ini dicetak langsung lewat Percetakan Dinar Islam Dunia dan telah dijamin oleh World Islamic Mint.
- 2014 - Erupsi Gamalama.
- 2015 - Sultan Mudaffar Syah wafat. Tahta Ternate tak segera diisi setelah diketahui bahwa pangeran yang telah dijadikan putra mahkota oleh sang Sultan, bukan merupakan putra kandungnya. Karena hal ini, permaisuri Ternate ditahan atas tuduhan pemalsuan akta kelahiran. Peristiwa ini menimbulkan konflik internal di kalangan istana Kesultanan Ternate.
Masa jabatan Syarifuddin Syah (sejak 2016):
- 2016 - Syarifuddin Syah dinobatkan sebagai Sultan Ternate, mengisi jabatan yang telah kosong selama setahun pasca wafatnya Sultan Mudaffar Syah. Suasana istana Ternate pun berangsur-angsur aman dan pulih kembali. Erupsi Gamalama.
- 2017 - Sebuah studi dari Badan Pusat Statistik Indonesia menyatakan bahwa Maluku Utara menjadi provinsi paling bahagia di Indonesia pada tahun ini.
Sumber Sejarah:
- Digital Atlas of Indonesian History (indonesianhistory.info)
- Jejak Nusantara: Hikayat Moloku Kie Raha
- Kepulauan Rempah-rempah (Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950)
- Pemberontakan Nuku: Persekutuan Lintas Budaya di Maluku-Papua Sekitar 1780-1810
- Ternate, The Residency and Its Sultanate (Bijdragen tot de Kennis der Residentie Ternate)
- The World of Maluku: Eastern Indonesia in the Early Modern Period
- The Royal Ark
- Wikipedia
0 comments:
Post a Comment